Bisnis.com, JAKARTA-- Langkah Pemerintah memperluas cakupan sektor riil yang akan mendapatkan paket stimulus perpajakan, terkait dengan dampak pandemi virus corona (Covid-19) dinilai akan cukup berpengaruh bagi industri telekomunikasi.
Muhammad Arif Angga, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) menyebutkan bahwa mengenai cukup atau tidaknya stimulus tersebut untuk kebutuhan operator, akan kembali pada perusahaan masing-masing.
Namun demikian dia mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan stimulus perpajakan tersebut, sehingga dia menunggu penerapan dari kebijakan tersebut
“Tentu seberapa pun besaran insentif [yang diberikan pemerintah] akan berpengaruh, setidaknya kami bisa menjaga cash flow [arus kas] perusahaan untuk menghadapi situasi ini, karena kami belum melihat titik terang kapan akan berakhir [pandemi ini],” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Senin, (27/4/2020).
Namun, dia mengatakan bahwa Apjatel masih menunggu mengenai tentang keputusan relaksasi kewajiban pembayaran BHP USO, karena sudah mendekati batas akhir pembayaran, yaitu 30 April 2020.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan bahwa stimulus akan memberikan dampak yang cukup sigifikan. Namun, menurutnya, di sektor telekomunikasi dan internet kebutuhan bagi pelaku bukanlah stimulus seperti itu.
“Di sektor telekomunikasi dan internet yang diminta bukan stimulus seperti itu. Sektor ini kan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) banyak dan besar. Ada BHP USO yang sebesar 1,25 persen dari gross revenue, ada BHP telekomunikasi 0,5 persen dan bahkan BHP frekuensi yang total trililiunan rupiah,” tuturnya.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya fokus pada stimulus terhadap PNBP, dia mengatakan bahwa pemerintah dapat melakukan penghapusan PNBP atau penundaan sampai tahun depan.
“Sebab berat saat ini bagi telekomunikasi. Satu sisi mereka harus tetap eksis karena sektor vital, di sisi lain operasional perusahaan tetap jalan. Trafik memang meningkat tapi banyak layanan gratis untuk mendukung pemerintah di tengah pandemi Covid-19 untuk bekerja dan sekolah dari rumah,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung Ian Joseph Matheus Edward melihat bahwa stimulus pajak yang diberikan pemerintah, sudah cukup untuk kebutuhan operator saat ini.
“Kalau melihat ada keringanan dengan membebaskan pajak impor dan pasal 25 sebesar 30 persen itu sudah cukup, karena [dampaknya bagi operator] Ebitda (laba bersih) perusahaan tetap dapat dijaga,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama 3 Indonesia Danny Buldansyah menyatakan bahwa pihaknya masih perlu melakukan klarifikasi dengan kementerian keuangan terkait kejelasan stimulus tersebut.
Untuk diketahui, sebanyak 18 sektor akan mendapatkan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak gaji karyawan yang ditanggung pemerintah, PPh Pasal 22 impor dibebaskan selama enam bulan, PPh Pasal 25 yang didiskon sebesar 30 persen, serta restitusi yang dipercepat dengan batasan hingga Rp 5 miliar. Industri telekomunikasi dan informasi masuk dalam sektor yang mendapatkan relaksasi perpajakan tersebut.
Selain itu, pemerintah juga bakal membebaskan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pelaku UMKM selama enam bulan ke depan. Stimulus tersebut akan diberikan kepada UMKM yang memiliki omzet hingga maksimal Rp 4,8 miliar per tahun dikenakan tarif PPh sebesar 0,5 persen.