Imbas Maraknya Panggilan Spam: BRTI Minta Operator Kenali Pelanggan

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 9 Desember 2019 | 10:00 WIB
Ilustrasi/Toolbox
Ilustrasi/Toolbox
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)  akan menyempurnakan Peraturan Menteri No.14/2017 Tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasiagar operator seluler mengetahui lebih baik lagi pelanggan mereka.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari cara BRTI mencegah maraknya panggilan spam dan penipuan di tanah air sebagaimana laporan Truecaller.

Truecaller, aplikasi yang mampu mendeteksi nama penelepon anonim, mengeluarkan sebuah laporan mengenai 20 negara yang paling sering menerima panggilan spam dan penipuan. Indonesia menempati urutan ketiga, naik tajam dari peringkat ke-16 pada 2018.

Upaya penipuan melalui panggilan telepon di Indonesia kian marak seiring dengan lonjakan frekuensi panggilan telepon spam dalam setahun terakhir.

Spam adalah pesan singkat, surat elektronik, dan panggilan telepon yang dilakukan ke beragam nomor dan alamat secara massal, biasanya dengan tujuan pemasaran atau penipuan. 

Frekuensi panggilan telepon spam di Indonesia, menurut Truecaller, naik dari nyaris 10 kali per orang per bulan pada 2018 menjadi sekitar 28 kali per orang per bulan pada 2019.

Tren yang paling mengkhawatirkan adalah porsi panggilan spam dengan tujuan penipuan yang  meningkat lebih dari dua kali lipat dalam setahun terakhir.

Pada 2018, hanya 10% dari panggilan spam yang merupakan upaya penipuan. Tahun ini, upaya penipuan berkontribusi atas 21% dari panggilan spam.

Truecaller mengumpulkan data secara anonim dari panggilan masuk yang telah ditandai sebagai spam oleh pengguna, atau secara otomatis ditandai oleh Truecaller, dalam periode 1 Januari 2019 hingga 30 Oktober 2019.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi mengatakan bahwa BRTI berencana menyempurnakan Peraturan Menteri No.14/2017 Tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, khususnya registrasi pelanggan prabayar.

Pertimbangan dari penyempurnaan peraturan menteri ini adalah penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib mengetahui secara pasti siapa pelanggannya.

“Jadi konsep know your customer (KYC) seperti yang ada di sektor perbankan dapat diterapkan juga kepada pelanggan jasa telekomunikasi, khususnya seluler prabayar,” kata Prihadi kepada Bisnis.com, belum lama ini. 

Dia menanbahkan mengenai mekanisme prinsip KYC yang diterapkan oleh para operator seluler, BRTI menyerahkan sepenuhnya kepada operator seluler, dengan catatan operator wajib mengetahui siapa pelanggannya.

Dia mengatakan dengan operator mengetahui pelanggannya masing-masing maka operator bertanggung jawab penuh terhadap validitas pelanggannya.  

Adapun beberapa mekanisme yang akan dibahas nanti, misalnya mengenai keharusan  registrasi pelanggan di gerai operator agar terjadi proses tatap muka atau face to face.  

“Atau misalnya dengan face recognition technology, finger print technology, atau artificial intelligence, dengan catatan: operator bertanggung jawab penuh terhadap validitas pelanggannya,” kata Prihadi. 

Dia berharap dengan sejumlah metode tersebut tidak akan terjadi lagi penyalahgunaan data orang lain untuk melakukan registrasi pelanggan prabayar.

Adapun  ketentuan bahwa satu identitas kependudukan hanya dapat digunakan maksimal untuk 3 nomor pelanggan per operator seluler juga tetap masih diberlakukan. 

Dia mengatakan rencana tersebut akan disosialisasikan kepada operator dalam waktu dekat. BRTI masih mematangkan rencana tersebut secara internal minggu depan.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) Kristiono mengatakan bahwa dalam mencegah panggilan penipuan dan spam, pemeritah seharusnya tidak hanya fokus membuat regulasi untuk menutup celah yang masih terbuka namun juga pengawasan atas pelaksanaan dilapangan.

Aspek keamanan dan layanan menjadi dua hal yang sering berbenturan, di satu sisi layanan kepada pelanggan menuntut kemudahan dan kenyamanan sedangkan keamanan menuntut banyak pembatasan yang menghilangkan kemudahan dan kenyamanan.

“Sehingga faktor literasi dan kewaspadaan masyarakat pengguna menjadi faktor penting untuk mengurangi terjadinya modus-modus penipuan,” kata Krisitiono.

Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan bahwa pemerintah atau operator perlu melakukan sosialisasi mengenai bentuk-bentuk spam ataupun penipuan.

Di samping itu, otentikasi finansial yang selama ini menggunakan one time password (OTP ) SMS  perlu diberikan tambahan kata- kata yang lebih jelas untuk meningkatkan keamanan dalam bertransaksi.  

Pemerintah juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahaya memberikan data OTP dalam bentuk iklan dan lain-lain.

Adapun mengenai regulasi yang mengatur mengenai regristrasi kartu prabayar, menurutnya, strategi tersebut sudah cukup baik. Hanya saja, dalam hal penindakan jika terjadi kebocoran data yang menyebabkan penipuan atau panggilan spam.

“Dalam penindakan jika hal penipuan dan spam tetap terjadi, apa yg dilakukan oleh pemerintah dan berapa cepat. Hal ini perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan,” kata Ian.    

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper