Bisnis.com, JAKARTA — Uber Technologies resmi melantai di bursa Amerika Serikat. Uber mengumpulkan US$8,1 miliar dari penawaran perdana saham dengan valuasi perusahaan US$82,4 miliar atau sekitar Rp1.183 triliun.
Valuasi US$82,4 miliar diraih Uber dengan menetapkan harga US$45 per lembar saham dalam penawaran perdana saham (IPO). Harga tersebut berada di kisaran bawah dari target harga saham US$44—US$50 yang ditetapkan sebelumnya. Saham Uber akan diperdagangkan di New York Stock Exchange dengan kode UBER.
IPO Uber, menurut Reuters, membukukan hasil yang berada di bawah harapan pasar meski menjadi penawaran perdana saham paling ditunggu sejak Facebook memutuskan go public 7 tahun yang lalu.
Valuasi Uber pada penawaran perdana sahamnya lebih rendah 33% dibandingkan dengan proyeksi pasar tahun lalu. Namun, valuasi tersebut lebih tinggi dibanding valuasi US$76 miliar yang diberikan kepada Uber sebagai salah satu unicorn paling bernilai di pasar pendanaan tertutup.
Pasar menyambut baik IPO Uber. Ini ditunjukkan dengan permintaan yang melebihi saham yang ditawarkan (oversubscribed). Namun, Uber menetapkan harga saham yang lebih rendah untuk menghindari nasib serupa dengan Lyft. Selain itu, Uber juga ingin menarik minat pengelola reksa dana raksasa yang biasanya mencari harga IPO rendah.
Lyft adalah perusahaan teknologi penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi dan saingan utama Uber di pasar Amerika Serikat. Saham Lyft laris saat IPO dengan harga penawaran di batas atas, tetapi langsung anjlok di bursa saham pada hari perdagangan perdana. Lyft dan Uber sama-sama harus memberikan pasar jawaban tentang strategi perusahaan untuk mencetak laba. Uber membukukan rugi US$3 miliar pada 2018.
CEO Uber Dara Khosrowshahi mengatakan bahwa masa depan Uber bukan sebatas perusahaan penyedia layanan berbagi kendaraan, tetapi perusahaan yang menyediakan platform teknologi yang akan mengubah sistem transportasi dan logistik.