Bisnis.com, JAKARTA — Fore Coffee, perusahaan rintisan spesialis kopi, mengumumkan telah meraih pendanaan sebesar US$8,5 juta atau setara dengan Rp127 miliar dari East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, dan beberapa angel investor.
Dana segar tersebut akan digunakan untuk mempercepat inovasi perusahaan dalam memberikan pelanggan pengalaman online-to-offline (O2O) yang berkualitas tinggi dan seamless dalam menikmati kopi yang enak, mudah ditemukan, cepat, dan harga bersahabat.
Selain itu, perusahaan juga akan berinvestasi pada mesin teknologi tinggi untuk mendapatkan kopi dengan kualitas terbaik dan meluncurkan produk-produk baru.
Fore Coffee menggunakan strategi online-to-offline (O2O) yang mengintegrasikan teknologi seperti aplikasi mobile dan kehadiran toko ritel. Aplikasi dibuat untuk mempermudah pelanggan dalam mendapatkan produk dan layanan yang mereka inginkan. Dari sisi gerai, Fore Coffee mendesain beberapa gerai mereka khusus untuk melayani pemesanan secara daring saja.
Robin Boe, CEO Fore Coffee menyatakan pihaknya hanya menggunakan biji kopi Arabika sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani lokal yang mempunyai sertifikat perkebunan organik serta menerapkan azas perdagangan berkeadilan (fair trade).
“Biji kopi tersebut kami roast sendiri untuk menjaga kesegarannya, diolah secara profesional oleh para barista terlatih, dan mengantarkannya sesuai dengan pesanan konsumen. Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti MokaPOS untuk memantau pembayaran, Member.id untuk loyalty platform, serta Go-Food, GrabFood, dan TravelokaEats sebagai platform distribusi,” ujar Robin Boe, CEO Fore Coffee melalui keterangan resmi, Kamis (31/01).
Dia menjelaskan, saat luas perkebunan kopi di Indonesia adalah yang terbesar kedua di dunia, setelah Brasil. Sayangnya, produktivitas kopi di Indonesia adalah salah satu yang mempunyai indeks produktivitas terendah di dunia, karena hanya bisa menghasilkan 520 kg/ha, lebih sedikit dibandingkan dengan Vietnam yang bisa memproduksi 2.445 kg/ha. Akibatnya, Indonesia masih menjadi pengekspor kopi nomor empat di antara negara-negara The Bean Belt.
Dia menilai, Indonesia bisa lebih baik dari itu. Untungnya, perkembangan pesat dari jumlah masyarakat kelas menengah di Tanah Air melahirkan sebuah fenomena baru, yaitu meningkatnya para penikmat kopi di pasar domestik. Tahun lalu, konsumsi kopi di Indonesia mencapai 314.400 ton dengan pertumbuhan rata-rata 8,22% per tahun.
Khusus untuk kopi segar, dia menyebut pasarnya bisa mencapai US$1,5 miliar atau sekitar Rp21 triliun pada tahun 2017. Berdasarkan peluang tersebut, perusahaan yang didirikan oleh Robin Boe, Jhoni Kusno dan Elisa Suteja ini lahir untuk mengembalikan kejayaan kopi Indonesia, terutama biji kopi Arabika.
Baca Juga Driver Gojek Lebih Mudah Curang |
---|
“Berbeda dengan pemain lain, kami tidak melihat kopi sebagai tren minuman yang hanya bersifat sementara, namun sebagai sebuah komoditas penting yang bisa mendorong ekonomi domestik dan bisa dinikmati sebagai gaya hidup masyarakat Indonesia untuk jangka panjang,” ujar Elisa Suteja, co-founder Fore Coffee.
Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures mengungkapkan, Fore Coffee merupakan persilangan hipotesis antara industri kopi dan ekonomi digital di Indonesia. Menurutnya, Fore Coffee adalah jenis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) baru yang tidak akan bisa eksis di Indonesia beberapa tahun yang lalu.
“Namun sekarang, ekosistem digital yang telah berkembang di Indonesia membuat UKM seperti Fore Coffee mendapatkan momentum,” ujarnya.
Berdasarkan data Fore Coffe, jumlah outletnya bertambah menjadi 16 gerai hanya dalam waktu 5 bulan, dan telah 100 ribu cangkir kopi berkualitas tinggi setiap bulannya. Aplikasi Fore Coffee juga menjadi nomor 1 untuk kategori F&B di iOS Appstore dan Google Playstore.