Ini Ramalan Frost & Sullivan tentang Pasar TI di Indonesia pada 2019

Sanjey Maltya
Selasa, 3 Februari 2015 | 19:10 WIB
Pasar teknologi, informasi dan komunikasi di Indonesia kian membesar. Saat ini, Indonesia mengusung kegiatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara sekaligus menjadi anggota kelompok ekonomi mayor G-20./Bisnis.com
Pasar teknologi, informasi dan komunikasi di Indonesia kian membesar. Saat ini, Indonesia mengusung kegiatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara sekaligus menjadi anggota kelompok ekonomi mayor G-20./Bisnis.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Konsultan pertumbuhan bisnis dan analisis pasar Frost & Sullivan Pte. Ltd. mengestimasi pasar korporat jasa teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia pada 2019 menyentuh angka US$3,86 miliar, sedangkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai US$3,1 triliun pada 2025.

Jumlah tersebut mengusung CAGR (compounded-annual growth rate) sekitar 18,6%, dibandingkan dengan besaran pasar pada 2013 yang tercatat hanya US$1,41 miliar.

Ajay Sunder, Vice President ICT Practice Asia Pasifik Frost & Sullivan, menyatakan saat ini Indonesia mengusung kegiatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara sekaligus anggota kelompok ekonomi mayor G-20.

"Dengan estimasi GDP pada 2025 setara Rp39.193,3 triliun, Indonesia diproyeksikan masuk sepuluh besar skala ekonomi global," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (3/2/2015).

Dia menjelaskan pada 2020, Jakarta akan berkontribusi sekitar 15,5% terhadap total GDP. Adapun, sekitar 60% lainnya diisi oleh lima provinsi besar di Indonesia.

"Pada tahun yang sama, kita akan menyaksikan 1,7 miliar perangkat terkoneksi internet, dan 470 juta di antaranya merupakan perangkat mobile dengan 200 juta pengguna internet aktif."

Terkait pasar korporat jasa teknologi yang melakukan kegiatan ekonomi secara business-to-business (b-to-b) senilai US$3,86 miliar, porsi terbesar yakni 26,68% setara US$1,03 miliar berasal dari bank and financial service industry (BFSI).

"Sisanya berturut-turut diisi oleh industri telekomunikasi senilai US$629 juta, industri manufaktur US$552 juta, pemerintah US$435 juta, transportasi US$253 juta, dan edukasi sekitar US$200 juta."

Sementara itu, apabila ditilik dari segmentasi varian teknologi, papar Sunder, segmen konektivitas menggenggam porsi terbesar dengan 29,01% dari US$3,86 miliar yakni setara dengan US$1,12 miliar.

"Sementara itu, segmen manajemen jasa TIK memegang porsi US$851 miliar, dan enterprise software dan project system diproyeksikan menyentuh US$820 miliar."

Lebih spesifik, Sunder menjelaskan, pesatnya pertumbuhan pasar korporat jasa teknologi tidak lain adalah karena korporasi di Indonesia diramalkan akan semakin bervariatif.

"Sehingga agar mampu fokus dalam core-business [bisnis inti], para korporasi akan lebih memilih outsourcing beberapa sektor. Di antara pelbagai outsource, sektor TIK menggenggam porsi terbesar."

Uniknya, dia juga memprediksi pemain OTT (over-the-top) global tanpa ragu akan melakukan FDI alias investasi langsung multinasional.

"Khusus media sosial Facebook, pengguna aktif akan bertumbuh menjadi 104 juta pengguna sepanjang 2015. Ini akan mendorong mereka berinvestasi."

Dia menjelaskan, kemungkinan FDI paling kuat adalah mengintegrasikan layanan OTT dengan platform lokal untuk fokus pada pelayanan konsumen.

Di sisi lain, Spike Choo Associate Director ICT Consulting Asia Pacific Frost & Sullivan, menyatakan ketatnya regulasi mengenai e-commerce dan e-payment di Indonesia tidak akan menekan pertumbuhan layanan komersial secara online tersebut.

"Para pemain e-commerce akan semakin susah dilacak keberadaannya meski populer secara brand di Indonesia," ucapnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sanjey Maltya
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper