Bisnis.com, JAKARTA — Lelang frekuensi memberi dampak cukup signifikan bagi pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Berkaca pada lelang frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz (2020) dan lelang frekuensi 2,1 GHz pada 2022, triliunan rupiah masuk ke kantor negara. Lantas bagaimana dengan lelang frekuensi 1,4 GHz nanti?
Pada 2020, Komdigi menggelar lelang spektrum frekuensi 2,3 GHz dengan lebar pita sebesar 30 MHz. Telkomsel dan Smartfren keluar sebagai pemenang. Telkomsel mendapat frekuensi dengan lebar 20 MHz dengan biaya yang harus dibayarkan sebesar Rp353,8 miliar per tahun. Khusus untuk tahun pertama, biaya yang dibayarkan adalah 3x nilai tawar yang berarti mencapai Rp1,06 triliun.
Sementara itu Smartfren memenangkan 10 MHz, dengan biaya yang lebih kecil. Lelang yang pada tahun tersebut adalah lelang kedua yang digelar pemerintah untuk pita frekuensi 2,3 GHz setelah pada 2017.
Kemudian, pada Oktober 2022 Komdigi juga menggelar lelang frekuensi di pita 2,1 GHz sebesar 5 MHz. Frekuensi yang dilelang adalah frekuensi bekas Indosat dan Tri Indonesia. Setelah merger, kedua perusahaan telekomunikasi diwajibkan mengembalikan sebagian spektrum frekuensi ke negara setelah melalui sejumlah perhitungan.
Pada tahun tersebut Telkomsel menjadi pemenang tunggal dengan nilai penawaran akhir Rp605 miliar atau lebih tinggi dari XL Axiata yang sebesar Rp540 miliar. Telkomsel diwajibkan membayar dengan nilai tersebut selama 10 tahun kepada negara. Adapun pada tahun pertama nilai yang dikenakan adalah 3x dari penawaran akhir, yang berarti sekitar Rp1,8 triliun.
Lantas bagaimana dengan lelang frekuensi 1,4 GHz? informasi yang beredar harga penawaran dasar lelang frekuensi 1,4 GHz dibuka dengan harga Rp230 miliar untuk regional I yang meliputi Pulau Jawa, Papua, dan Maluku. Jika nilai dasar dibuka pada Rp230 miliar, maka nilai minimal yang diterima negara dari spektrum tersebut adalah Rp690 miliar untuk tahun pertama, dari regional I saja.
Adapun regional I merupakan regional paling bernilai dibandingkan regional II (Sumatra dan Bali) dan regional III (Kalimantan-Sulawesi). Pasalnya, mayoritas pengguna internet saat ini berada di Pulau Jawa.
Data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) dari 229 juta pengguna internet Indonesia sebanyak 58% berada di Pulau Jawa, Disusul Sumatra (20,5%), Sulawesi (6,46%), Kalimantan (6,05%), Bali dan Nusa Tenggara (5,13%), serta Maluku dan Papua (3,71%).
Sementara itu untuk regional II (Sumatra) dikabarkan nilai dasar lelang mencapai Rp40 miliar dan regional III (Sulawesi) nilainya mencapai Rp37 miliar. Dengan nilai tersebut, minimal pada tahun pertama pemerintah mengantongi Rp120 miliar dari Regional II dan Rp81 miliar dari Regional III.