Pengamat Ungkap Bisnis Data Center di Indonesia Masih Prospektif 3-5 Tahun ke Depan

Pernita Hestin Untari
Rabu, 2 Juli 2025 | 20:23 WIB
Karyawan melakukan pengecekan di ruangan Data Center di Jakarta, Senin (24/7/2023) JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melakukan pengecekan di ruangan Data Center di Jakarta, Senin (24/7/2023) JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Industri pusat data (data center) di Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan signifikan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. 

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan prospek industri pusat data dalam beberapa tahun ke depan sangat menjanjikan. Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan pemrosesan data besar di sektor e-commerce, layanan publik, hingga fintech.

“Industri data center di Indonesia diprediksi tumbuh pesat dalam 3–5 tahun ke depan, didorong oleh adopsi AI dan kebutuhan pemrosesan data besar. Transformasi digital di sektor e-commerce, fintech, dan layanan publik meningkatkan permintaan infrastruktur digital,” ujarnya saat dihubungi Bisnis pada (2/7/2025). 

Heru menyoroti laporan pasar data center Indonesia yang diperkirakan mencapai US$3,98 miliar atau setara Rp64,87 triliun pada 2028 dengan CAGR 14%. Kapasitas data center AI-ready diproyeksikan melonjak dari 200 MW saat ini menjadi 971,9 MW pada 2025 dan 2.110 MW pada 2030. 

Menurutnya lonjakan tersebut turut didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), peta jalan Making Indonesia 4.0, serta penetrasi teknologi Internet of Things (IoT). Namun demikian, tantangan tetap membayangi, terutama dalam aspek keekonomian energi dan regulasi.

“Tantangan terbesar keberlanjutan data center di Indonesia adalah keekonomian energi dan regulasi,” katanya. 

Heru menyebut data center membutuhkan pasokan listrik besar, tetapi biaya energi tinggi dan ketergantungan pada gas impor menghambat daya saing. 

“Regulasi seperti UU PDP dan KBLI 63112 menuntut kepatuhan ketat, termasuk residensi data dan izin lingkungan, yang sering kompleks,” ungkapnya.

Heru juga menekankan pentingnya revisi regulasi yang relevan agar pertumbuhan industri ini tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan mendukung keberlanjutan sektor digital. Termasuk melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 mengenai keberadaan pusat data agar kembali pada semangat awal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, yaitu mewajibkan pusat data untuk layanan di Indonesia beserta pusat pemulihan data (data recovery center)-nya ditempatkan di wilayah Indonesia untuk semua jenis layanan.

Optimisme terhadap potensi pasar data center Indonesia juga terlihat dari langkah perusahaan infrastruktur digital global, EDGNEX Data Centers by DAMAC. Menurut masuknya investasi asing mencerminkan tingginya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia. Namun, dia juga mengingatkan akan potensi ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan.

“Namun, tanpa permintaan yang sepadan, ada risiko overcapacity. Kapasitas saat ini hanya 200 MW, jauh dari kebutuhan 2.000 MW. Proyeksi backlog 20–30% pada 2030 menunjukkan potensi ketimpangan jika ekspansi tidak diimbangi strategi pasar yang matang,” ucapnya. 

Dia menegaskan pentingnya kolaborasi antara investor asing dengan pelaku lokal serta dukungan regulasi yang adaptif agar momentum pertumbuhan ini tidak hanya bersifat sementara, tapi juga berkelanjutan. Dalam pandangannya, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat data regional, terutama dengan adanya hambatan pengembangan data center di negara-negara tetangga yang sebelumnya dominan di kawasan.

EDGNEX Data Centers by DAMAC sebelumnya mengumumkan pembangunan pusat data generasi berikutnya dengan teknologi AI-ready di Jakarta, yang menjadi fasilitas kedua mereka di Indonesia. Investasi tersebut mencapai US$2,3 miliar atau sekitar Rp37 triliun, menjadikannya salah satu pengembangan pusat data AI terbesar di Asia Tenggara.

Lokasi proyek telah memasuki tahap awal konstruksi setelah proses akuisisi lahan diselesaikan pada Maret lalu. Fase pertama ditargetkan mulai beroperasi pada Desember 2026, dengan penggunaan rak AI berdensitas tinggi dan target Power Usage Effectiveness (PUE) sebesar 1,32—jauh di bawah standar global rata-rata, yang menandakan efisiensi energi tinggi.

Hussain Sajwani, Pendiri DAMAC Group, menyatakan komitmen perusahaannya dalam menjembatani kesenjangan digital di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia.

“Kami bangga membangun salah satu pusat data paling canggih dan berkelanjutan di kawasan ini, yang dirancang untuk mendukung gelombang inovasi dan pertumbuhan digital berikutnya,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper