Bisnis.com, JAKARTA — Nvidia memperkirakan adanya penurunan pendapatan sebesar US$5,5 miliar atau Rp92,4 triliun setelah pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa perusahaan chip tersebut kini memerlukan lisensi untuk menjual chip H20 ke China.
Melansir dari EuroNews, Kamis (17/4/2025) pengumuman ini memicu kekhawatiran baru mengenai prospek bisnis Nvidia di tengah ketegangan teknologi antara AS dan China.
Dalam pengajuan peraturan, Nvidia menyebut bahwa pembatasan baru ini akan berlaku untuk masa depan yang tidak terbatas.
Pemerintah AS menyatakan kontrol tersebut diberlakukan karena kekhawatiran bahwa chip H20 bisa digunakan atau dialihkan ke superkomputer di China.
Hal tersebut dikhawatirkan akan menambah lapisan hambatan ekspor di tengah persaingan ketat dalam pengembangan kecerdasan buatan global.
Kekhawatiran ini diperburuk oleh kemunculan DeepSeek, chatbot AI asal China yang dirilis pada Januari lalu, yang dianggap sebagai contoh bagaimana China dapat memanfaatkan teknologi chip canggih untuk memperkuat kemampuan AI-nya.
Chip H20 sendiri awalnya dirancang Nvidia agar sesuai dengan peraturan ekspor sebelumnya yang diberlakukan oleh pemerintahan Biden, menyusul larangan penjualan GPU AI kelas atas ke China. Meskipun dirancang lebih lemah, chip tersebut kini juga terkena pembatasan baru.
Dengan adanya kebijakan ini, pada penutupan perdagangan hari lalu, saham milik Nvidia anjlok lebih dari 5%. Hal serupa juga dirasakan AMD, saingan utamanya, sama mereka turun sekitar 5,9% setelah pasar tutup.
Efek domino juga terjadi di Asia, dengan saham perusahaan pengujian chip asal Jepang, Advantest, anjlok 6,6%, Disco Corp. turun 8%, dan raksasa semikonduktor Taiwan TSMC turun 2,5%.
Diketahui, penurunan saham ini datang hanya dua hari setelah Nvidia mengumumkan akan memproduksi superkomputer AI-nya di dalam negeri untuk pertama kalinya.
Perusahaan mengatakan telah mengalokasikan lebih dari satu juta kaki persegi fasilitas manufaktur di Arizona untuk memproduksi chip Blackwell, dan fasilitas di Texas untuk superkomputer AI.
Langkah ini juga mengikuti pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump mengenai tarif baru terhadap China. Trump telah mengenakan tarif hingga 145% terhadap produk impor dari China.
Meskipun, beberapa barang elektronik sempat mendapat pengecualian, Trump menyebut bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat sementara.