Bisnis.com, JAKARTA - Media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan kemunculan awan tsunami yang disebut-sebut sebagai tanda memasuki musim peralihan atau pancaroba.
Awan tsunami biasanya muncul pada September-November, yang kemudian berlanjut saat memasuki musim hujan di bulan Desember-Februari.
Pada musim pancaroba, awan tsunami biasanya muncul dalam bentuk yang menyerupai gulungan ombak tsunami.
Melansir dari situs BMKG, awan tsunami merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut fenomena Awan Arcus.
Biasanya awan ini berbentuk gulungan panjang yang halus, yang juga bisa dijadikan tanda bahwa hujan deras hingga angin kencang akan terjadi.
"Secara ilmiah, fenomena awan tersebut (awan tsunami) dinamakan dengan awan Arcus. Fitur awan arcus dapat ditemukan di antara jenis awan Cumulonimbus dan Cumulus," tulis BMKG di situs resminya, dikutip pada Rabu (11/9/2024).
Awan arcus merupakan awan yang lazim terjadi meskipun frekuensi kejadiannya jarang. Awan ini memiliki tinggi dasar awan yang rendah, serta formasi pembentukannya horizontal memanjang seolah-olah seperti gelombang.
BMKG menjelaskan, fenomena awan Arcus terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer di sepanjang pertemuan massa udara yang lebih dingin dengan massa udara yang lebih hangat serta lembap sehingga membentuk tipe awan yang memiliki pola pembentukan horizontal memanjang.
"Kondisi tersebut dapat terjadi salah satunya karena adanya fenomena angin laut dalam skala yang luas mendorong massa udara ke arah daratan," lanjut penjelasan BMKG.
Meskipun tidak berbahaya dan tidak ada kaitannya dengan terjadinya tsunami, namun awan Arcus dapat menimbulkan angin kencang dan hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir di sekitar pertumbuhan awan.
Keberadaan awan tersebut pun murni karena adanya fenomena pembentukan awan akibat adanya kondisi dinamika atmosfer.