Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran infrastruktur telekomunikasi di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) dalam 10 tahun terakhir tidak hanya menghadirkan layanan data, juga turut mendorong produktivitas masyarakat di desa hingga menggerakan roda perekonomian.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Fadhilah Mathar mengatakan dalam 10 tahun terakhir pemerintah getol dalam membangun infrastruktur konektivitas.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk pertama kali ada suatu kebijakan dalam menghadirkan infrastruktur digital melibatkan dana APBN. Sebelumnya, pembangunan di wilayah tertinggal hanya menggunakan dana universal service obligation (USO) yang diambil sebesar 1,25% dari pendapatan operator seluler.
Baca Juga Bisnis Indonesia dan Bakti Kominfo Bagikan Literasi Digital di Universitas Lambung Mangkurat |
---|
Dukungan dana yang lebih besar itu, kata wanita yang akrab disapa Indah, merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam melakukan percepatan pembangunan untuk mengatasi masalah konektivitas.
Hadirnya infrastruktur telekomunikasi dalam 10 tahun terakhir pun memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan produktivitas masyarakat.
“Kehadiran infrastruktur mengikutsertakan mayoritas masyarakat dalam satu rantai pasok ekonomi," kata wanita yang akrab disapa Indah dalam diskusi FMB 9 Mengawal 10 Tahun Pembangunan Infrastruktur, Rabu (4/9/2024).
Diketahui, dalam menghadirkan layanan internet ke suatu titik Bakti tidak berjalan sendiri. Bakti melibatkan berbagai pihak mulai termasuk badan usaha milik desa (Bumdes) dan penyedia jasa internet (ISP). Alhasil internet Bakti tidak hanya meningkatkan produktivitas masyarakat di daerah rural, juga menggerakan perekonomian desa-desa tempat internet mengalir.
Sebagai contoh, Bumdes Serdam Maju Bersama di Kalimantan Barat yang merupakan mitra Bakti, memanfaatkan internet Bakti untuk menggerakan produktivitas, mendukung kegiatan e-commerce UMKM, pendidikan di sekolah-sekolah hingga aktivitas jarak jauh yang dilakukan dari rumah.
Contoh lainnya, Bumdes Bedono Sejahtera, yang menggunakan total kapasitas bandwidth sebesar 1 Gbps untuk menyalurkan internet ke 412 pelanggan rumah, 4 sekolah, hingga 2 instansi pemerintahan.
Indah mengatakan infrastruktur telekomunikasi Bakti hadir di beberapa wilayah yang awalnya nyaris tidak ada permintaan menjadi tumbuh secara perlahan.
Indah menuturkan pada 2024 Bakti akan membangun layanan digital di 25.000 titik wilayah nonkomersial wilayah tersebut berada sekitar 22 kabupaten yang dikategorikan sebagai wilayah 3T.
“Kita tahu dengan lebih dari 17.500 pulau di Indonesia kalau kita hanya mengharapkan teknologi seluler ataupun serat optik akan sangat sulit sehingga kombinasi dari seluler, serat optik dan satelit harus dilakukan secara bersamaan karena kalau tidak dilakukan, akan ada ribuan desa yang sampai selesainya RPJM 2024 belum bisa menikmati akses internet,” kata Indah.