Korea Utara Dituding Dalang di Balik Pencurian Lewat Serangan Siber Lintas Negara

Rika Anggraeni
Selasa, 3 September 2024 | 16:12 WIB
Ilustarasi aktivitas peretasan atau hacking/dok.Kaspersky
Ilustarasi aktivitas peretasan atau hacking/dok.Kaspersky
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pakar keamanan siber menyebut Korea Utara menjadi negara di dunia yang berulang kali mencuri uang milik negara lain melalui aksi serangan siber.

Ahli Global Security Mikko Hyppönen mengatakan Korea Utara menjadi negara yang melakukan serangan siber yang didanai dan dioperasikan pemerintah untuk mencuri uang.

“Korea Utara adalah satu-satunya negara di dunia yang berulang kali melakukan serangan siber untuk mencuri uang dari pemerintah lain, atau bahkan dari perusahaan swasta,” kata Mikko dalam acara Vida bertajuk ‘Where's The Fraud?: How Indonesian Businesses Can Safeguard Digital Transactions’ di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Mikko mengungkap alasan di balik pemerintah Korea Utara melakukan aksi itu untuk memperbaiki anggaran negara yang mengalami defisit.

“Mengapa? Karena Korea Utara adalah negara yang paling banyak dikenai sanksi di dunia. Jadi, mereka melakukan serangan siber untuk memperbaiki defisit anggaran mereka,” jelasnya.

Mikko mengungkap salah satu serangan siber paling terkenal dari pemerintah Korea Utara adalah SWIFT yang menargetkan beberapa bank, yang paling terkenal adalah Bank Nasional Bangladesh.

Dia menyampaikan bahwa SWIFT mencoba mencuri hampir US$900 juta dari Bank Nasional Bangladesh. “Mereka berhasil mencuri US$81 juta dan mereka telah melakukan ini berulang kali,” ungkapnya.

Mikko menyebut beberapa kali di mana peretas Korea Utara, yang bekerja untuk pemerintah Korea Utara, menggunakan jaringan perbankan internasional untuk mencoba mendapatkan akses ke dana asing.

Pria yang juga menjabat Chief Research Officer di WithSecure itu menyebut bahwa para peretas (hacker) Korea Utara juga melakukan serangan serupa yang menargetkan sistem mata uang kripto.

Bahkan, ungkap dia, peretas Korea Utara telah beberapa kali meretas bursa mata uang aset kripto untuk mencuri Bitcoin, Ethereum, serta mata uang kripto lainnya.

“Mereka [hacker Korea Utara] menyukai mata uang kripto. Mengapa? Karena Anda tidak dapat memberikan sanksi terhadap mata uang kripto. Mudah untuk memberikan sanksi terhadap dolar atau euro atau mata uang dunia nyata lainnya. [Namun] tidak mungkin untuk memberikan sanksi terhadap mata uang kripto,” jelasnya.

Pasalnya, Miko menjelaskan, mata uang kripto adalah mata uang yang didasarkan pada matematika. Hal ini menyebabkan negara-negara yang dikenai sanksi menyukai mata uang kripto.

“Revolusi mata uang kripto adalah contoh lain dari revolusi teknologi yang membawa kita pada sisi positif dan negatif,” tandasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper