Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyampaikan bahwa ada 572.185 kasus penipuan online (fraud) yang terjadi di Indonesia sejak 2017–2 September 2024.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa temuan 572.185 kasus penipuan itu masuk ke kanal layanan cekrekening.id.
Perlu diketahui, cekrekening.id sendiri merupakan sarana aduan masyarakat untuk melaporkan nomor rekening yang diduga menjadi sasaran tindak pidana penipuan.
Berdasarkan laporan aduan cekrekening.id, Kemenkominfo menemukan ada 528.415 fraud jual beli online sejak 2017–2 September 2024. Sedangkan sisanya, yakni sebanyak 43.770 kasus merupakan fraud investasi fiktif online.
“Jenis fraud yang mendominasi adalah penipuan jual-beli online dan investasi fiktif online,” kata Nezar dalam acara Vida bertajuk ‘Where's The Fraud?: How Indonesian Businesses Can Safeguard Digital Transactions’ di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Sementara itu, jika merujuk data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Nezar menuturkan terdapat ratusan juta serangan siber terhadap Indonesia setiap tahun.
Pada 2023, misalnya, tercatat ada 279,84 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia. Namun, angkanya turun sampai 24% jika dibandingkan dengan 2022 yang menyentuh 370,02 juta serangan siber.
Lebih lanjut, Kemenkominfo juga menyoroti Indonesia yang masuk ke dalam bursa negara dengan jumlah serangan siber terbesar di kawasan Asean. Hal ini berdasarkan data dari National Cyber Security Index (NCIS) pada 2023
Nezar mengungkap jumlah serangan siber di Indonesia berada di urutan ke-5 di antara negara Asean. Masih mengacu data yang sama, Indonesia berada pada peringkat ke-49 keamanan siber dari 176 negara.
Berkaca dari temuan tersebut, Nezar mengatakan bahwa Kemenkominfo telah menyusun regulasi untuk melindungi ruang digital Indonesia dengan seperangkat Undang-Undang (UU).
Regulasi ini disusun untuk memberikan perlindungan terhadap ekosistem digital di Indonesia, serta melakukan penagakan hukum dan pencegahan kejahatan siber.
Salah satu regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang No.1 tahun 2024 tentang Revisi Kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Serta, Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
“Regulasi ini adalah bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk mengelola aktivitas di dalam elektronik dan digital agar lebih aman dan terpercaya,” ungkapnya.