Fenomena Tech Winter Disebut Belum Terjadi di RI, Ini Alasannya

Rika Anggraeni
Senin, 26 Agustus 2024 | 17:43 WIB
Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di sektor perbankan. Dok Freepik
Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di sektor perbankan. Dok Freepik
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan teknologi, IBM Indonesia menyebut fenomena badai musim dingin sektor teknologi atau tech winter belum melanda Indonesia.

Hal itu diungkapkan Presiden Direktur IBM, Roy Kosasih, dalam Media Briefing bertajuk ‘IBM Impact for Adult Learners, Academia, and Women in Workforce’ di Jakarta, Senin (26/8/2024).

“Kalau dibilang saat ini sedang tech winter, mungkin [menurut] saya, kayaknya enggak merasa, terutama di Indonesia. Dan kalau kita lihat, tech winter di Indonesia ini mungkin belum terjadi, kalau menurut pandangan saya,” kata Roy.

Menurutnya, fenomena tech winter belum melanda Indonesia, karena masih banyak perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan alias loker di ranah teknologi. Hal ini mengindikasi kebutuhan teknologi semakin berkembang dan dibutuhkan.

“Banyak perusahaan-perusahaan swasta lain, atau pun di sektor-sektor pemerintahan [yang membuka lowongan], itu kebutuhan teknologi semakin lain, semakin berkembang,” ujarnya.

Roy melihat bahwa saat ini industri teknologi semakin berkembang dan memiliki peluang yang besar untuk terus tumbuh. Bahkan, lanjut dia, pemerintah juga sudah mulai mengadopsi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di berbagai sektor.

“Peluang untuk menerapkan teknologi industri di Indonesia ini peluangnya sangat besar,” tuturnya.

Terlebih, Roy menyampaikan bahwa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi atau penduduk usia produktif yang lebih tinggi. Alhasil, Indonesia akan selalu memiliki kesempatan untuk maju, terutama dari sisi teknologi.

“Karena anak-anak muda sekarang itu mudah beradaptasi, mengadopsi, dan mengembangkan teknologi. Sehingga itu menjadi satu kesempatan yang langka dan luar biasa,” ungkapnya.

Perlu diketahui, Indonesia diperkirakan akan mencapai puncak bonus demografi pada periode 2025–2040, di mana tingkat kelahiran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan persentase penduduk usia 0–14 tahun dan rasio ketergantungan menurun.

Bonus demografi sendiri merupakan masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibandingkan dengan usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Dengan adanya bonus demografi, Indonesia hanya perlu mengadopsi dan mengembangkan teknologi yang telah ada. Roy juga menekankan bahwa kebutuhan teknologi akan terus berkembang.

“Kebutuhan teknologi ini terus berkembang di Indonesia. Jadi tinggal bagaimana kita sebagai apakah tenaga kerja atau sebagai startup itu bisa memposisikan untuk melihat teknologi yang sedang banyak dipakai,” jelasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper