Bisnis.com, JAKARTA — Gangguan IT global pada Jumat (19/7/2024), berdampak pada sejumlah lini bisnis mulai dari maskapai penerbangan hingga perbankan. Pembaruan dari platform perangkat lunak (software) Sensor Falcon dari CrowdStrike diduga menjadi penyebabnya.
CrowdStrike merupakan perusahaan keamanan siber asal Amerika Serikat (AS) yang menawarkan intelijen ancaman dan perlindungan dari serangan siber ke berbagai perusahaan besar.
CrowdStrike banyak digunakan oleh banyak bisnis di seluruh dunia untuk mengelola keamanan PC dan server Windows, termasuk Microsoft. CrowdStrike menghasilkan perangkat lunak (software) keamanan untuk server Windows, yaitu Sensor Falcon.
Berdasarkan informasi yang tertera di laman resminya, dikutip pada Sabtu (20/7/2024), CrowdStrike mengklaim bahwa perusahaan mengamankan area risiko yang paling penting, mulai dari beban kerja cloud, identitas, dan data, untuk menjaga pelanggan tetap unggul dari musuh saat ini dan menghentikan pelanggaran.
Perusahaan menambahkan, didukung oleh CrowdStrike Security Cloud, platform CrowdStrike Falcon memanfaatkan indikator serangan real-time, intelijen ancaman dalam mengembangkan keahlian musuh, dan telemetri.
“Dengan CrowdStrike, pelanggan mendapatkan keuntungan dari perlindungan yang unggul, kinerja yang lebih baik, pengurangan kompleksitas, dan ketepatan waktu terhadap nilai,” demikian yang dikutip dari laman resminya.
Melansir dari Tom’s Guide, Sabtu (20/7/2024), CrowdStrike didirikan oleh George Kurtz, Dmitri Alperovitch, dan Gregg Marston dengan valuasi lebih dari US$80 miliar.
Falcon, produk andalannya, merupakan platform keamanan siber yang melindungi titik akhir dalam jaringan melalui arsitektur cloud-native. Produk ini juga dapat mendeteksi dan merespons serangan dalam sistem atau pada titik akhir tertentu.
Produk ini juga mencakup sistem antivirus bertenaga AI yang menggunakan analisis perilaku untuk mengidentifikasi dan mengatasi berbagai ancaman. Adapun, Falcon banyak digunakan di beberapa organisasi perusahaan terbesar di planet ini.
Atas terjadinya insiden ini, Presiden & CEO CrowdStrike George Kurtz menyampaikan bahwa perusahaan terus bekerja sama dengan pelanggan dan mitra yang terdampak untuk memastikan semua sistem dipulihkan.
“Saya membagikan surat yang saya kirim ke pelanggan dan mitra CrowdStrike. Seiring penyelesaian insiden ini, saya berjanji untuk memberikan transparansi penuh mengenai bagaimana hal ini terjadi dan langkah-langkah yang kami ambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” kata Kurtz melalui akun media sosial X (sebelumnya Twitter), Sabtu (20/7/2024).
Kurtz menyatakan perusahaan tengah mengerjakan pembaruan teknis dan analisis akar penyebab yang akan dibagikan untuk publik.
“Kami akan terus memperbarui temuan kami saat penyelidikan berlangsung,” tambahnya di cuitan lain di akun X miliknya.
Sebelumnya, Kurtz juga memastikan bahwa gangguan sistem operasi Microsoft Windows di berbagai negara bukan disebabkan oleh serangan siber. Dia menambahkan bahwa CrowdStrike telah mengidentifikasi dan mengisolasi gangguan tersebut.
“Ini bukan insiden keamanan atau serangan siber. Masalahnya telah diidentifikasi, diisolasi dan perbaikan telah diterapkan,” terangnya.
CrowdStrike juga secara aktif menangani pengguna yang terdampak dari pembaruan konten untuk host Windows. Dia juga memastikan bahwa host Mac dan Linux tidak terpengaruh.