Bisnis.com, JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan (AI) berupa memanipulasi video dan audio yang disebut deepfake dinilai bisa menjadi ancaman terhadap proses electronic know-your-customer (e-KYC) di industri perbankan.
Adapun, proses e-KYC merupakan salah satu persyaratan yang ditetapkan pemerintah Indonesia khususnya pada industri keuangan dalam melakukan verifikasi data nasabah.
Chief Innovation Officer iProov, Joe Palmer menyebut kasus penipuan deepfake untuk melewati proses e-KYC saat ini juga sedang marak sehingga perlu menjadi perhatian industri perbankan.
"Ada banyak cara lain bagi orang untuk meniru seseorang sehingga satu-satunya cara yang benar untuk membuktikan bahwa seseorang adalah sesuai dengan siapa yang dia klaim adalah dengan biometrik," kata Joe dalam keterangannya, Kamis (27/6/2024).
Dia menyebut wajah bukanlah rahasia karena semua orang dapat menemukan hampir semua wajah melalui media sosial seperti Facebook, LinkedIn, hingga X (Twitter).
Joe berpendapat seseorang dapat mewakili orang lain jika mereka memiliki foto tersebut. Jadi mencocokkan biometrik saja tidak cukup.
Dia mengatakan yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa biometrik yang diserahkan adalah asli versi real time dari orang tersebut.
Menurutnya, ancaman deepfake terus berubah dan berkembang. Jika bank menyediakan layanan yang tidak diawasi, dan tidak banyak berubah, maka bank tidak tahu kapan serangan mulai berhasil.
Dia menuturkan adanya pandemi Covid 19 membuat e-KYC mengalami percepatan yang pesat, terutama dengan bank yang menawarkan pembukaan rekening baru secara daring.
Indonesia adalah salah satu pemimpin di dunia dalam hal persentase bank yang memiliki saluran digital, yang mana adopsi teknologinya sangat fantastis dan sangat pesat.
“Mungkin bertahun-tahun kemudian bank akan menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres,” tuturnya.