Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai kehadiran satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, menjadi risiko bisnis baru bagi industri telekomunikasi bergerak.
Pemerintah perlu memangkas harga dasar lelang spektrum 700 MHz dan 26 GHz karena risiko dalam menjalankan bisnis seluler sekarang lebih besar.
Sekjen ATSI Marwan O Baasir mengatakan hadirnya Starlink menghadirkan risiko baru bagi industri seluler. Pasalnya, pasar Starlink dan operator seluler saling beririsan yaitu pelanggan ritel. Starlink, dengan harga bulanan Rp750.000, menawarkan internet kepada pelanggan di daerah perkotaan dan rural yang selama ini dilayani atau menjadi pasar potensial operator seluler.
“Jadi ada yang namanya risiko industri. Starlink itu sekarang menjadi risiko, karena kompetisinya bertambah. 700 MHz, 2,6 GHz dan 3,5 GHz harga pemerintah itu akan kami hitung,” kata Marwan Senin, (10/6/2024).
Marwan menambahkan Starlink memberikan risiko yang cukup tinggi bagi bisnis operator seluler di tengah ongkos regulator industri telekomunikasi yang sudah tinggi.
Untuk diketahui rasio ongkos regulator terhadap pendapatan operator seluler saat ini telah mencapai sebesar 12,3%, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar global yang hanya 7%.
“Kalau misalnya 700 MHz ketika kita mau beli Starlink tumbuh terus, maka valuasi 700 MHz turun. Buat apa beli mahal-mahal. Artinya ketika pemerintah membuka peluang usaha kepada yang lain, menjadi risiko bisnis yang lain,” kata Marwan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyampaikan bahwa lelang spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz untuk jaringan 5G mundur dari waktu yang direncanakan sebelumnya pada bulan ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa rentang waktu mengadakan lelang frekuensi antara akhir Juni—awal Juli 2024.
“[Lelang frekuensi] lagi di-omongin. Mungkin akhir Juni-Juli ini. Lelang tunggu, akhir bulan ini, ya, paling lambat awal bulan [Juli],” kata Budi saat ditemui seusai Rapat Kerja Komisi I DPR di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo Ismail mengatakan bahwa hingga saat ini lelang frekuensi masih menunggu persetujuan dan koordinasi dengan berbagai institusi seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Meski demikian, Ismail menyebut bahwa aksi lelang spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz ini masih tetap mengikuti rencana sebelumnya, yakni pada Juni tahun ini.
“[Kendalanya] karena harus ada koordinasi dengan banyak institusi seperti Kemenkeu, masih sedang kita bicarakan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ismail menyampaikan bahwa Kemenkominfo telah mendapatkan masukan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang harga dasar atau reserved price lelang spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz.
“Sudah ada masukan dari BPKP. Nggak bisa [disebut] nanti pada saat lelang,” tutupnya.
Sebelumnya, Kemenkominfo juga berencana merilis tiga spektrum frekuensi 2,6 GHz, 3,3 GHz, dan 3,5 GHz pada 2025 mendatang.
Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo Denny Setiawan mengatakan bahwa untuk saat ini ketiga spektrum tersebut masih digunakan untuk layanan satelit, salah satunya untuk layanan televisi (TV) kabel.