Bakti soal Starlink Elon Musk yang Lebih Canggih dari Satria-1: Beda Pasar

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 4 Juni 2024 | 17:53 WIB
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Satelit Satria saat diluncurkan dari Florida, Amerika Serikat/doc. istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) menegaskan bahwa pasar satelit Satria-1 tidak akan tergantikan oleh Starlink milik Elon Musk. Meski secara kecepatan lebih baik, satelit orbit rendah itu disebut hanya menyasar pasar ritel.

Direktur Infrastruktur Badan Layanan Umum Bakti Danny Januar Ismawan mengatakan Satria-1 dan Starlink akan saling melengkapi. Satria-1 akan menyasar pemerintahan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. 

Satelit Satria-1 juga tidak akan memangkas jumlah titik yang mereka layani meski Starlink hadir tidak lama setelah Satria-1 mengorbit. 

“Satria-1 di pemerintahan. Jadi tidak ada isu. Kami akan tetap fokus di titik-titik layanan publik yang akan memproduksi data-data kritikal. Kami fokus di sana,” kata Danny kepada Bisnis, Selasa (4/6/2024). 

Diketahui, Starlink resmi hadir di Indonesia dengan menghadirkan internet di salah satu puskesmas di Bali. Starlink masuk ke fasilitas kesehatan yang selama ini juga dilayani oleh Satria-1. 

Bakti sempat mengungkapkan dari 50.000 titik yang menjadi target layanan Satria-1, sebagian besar merupakan sektor pendidikan dan kesehatan. Satelit seharga Rp8 triliun itu akan menyuntikan internet berkecepatan sekitar 4-20 Mbsp per titik. 

Dari sisi kecepatan, layanan yang diberikan Satria-1 jauh tertinggal dari Starlink yang memiliki kecepatan internet sebesar 200 Mbps - 300 Mbps per titik. Namun, untuk mengakses layanan tersebut lembaga pendidikan dan kesehatan harus mengeluarkan uang sekitar Rp7,8 juta untuk perangkat dan Rp750.000 untuk langganan bulanan. 

Mengenai hal tersebut, Danny mengatakan bahwa Starlink selama ini hanya mempublikasikan kecepatan up to atau batas maksimal kecepatan sehingga terlihat satelit tersebut sangat cepat. Sementara Bakti, sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan, yang dipublikasikan adalah kecepatan minimal. 

“Kalau kami ada perspektif kepatuhan pemerintahan sehingga kami ambil batasan terendah yaitu 4 Mbps. Apakah bisa lebih dari 4 Mbps? sangat bisa ketika kondisi populasinya di sana banyak, Satria-1 bisa sampai 20-30 Mbps,” kata Danny. 

Dia mengatakan Bakti akan menentukan skala prioritas dalam menghadirkan internet, yaitu wilayah-wilayah yang memang harus mendapat dukungan dari pemerintah.

“Kalau dia mau melakukan pergelaran secara mandiri, silahkan. Kami sedang koordinasikan lintas kementerian,” kata Danny. 

Pada 31 Januari 2024,  Kepala Divisi Infrastruktur Satelit Bakti Kemenkominfo Sri Sanggrama Aradea mengatakan untuk mencapai target tersebut Kemenkominfo akan membangun sekitar 20.000 titik sepanjang 2024 atau 2.000 titik VSAT setiap bulannya di seluruh Indonesia.

“Yang kedua, 20.000 (titik) yang tahun ini (2024) targetnya. Dalam satu tahun ini rencananya 20.000 (titik) baru,” ujar Aradea kepada wartawan.

Sebagai informasi, VSAT merupakan stasiun bumi atau alat penerima sinyal internet dari satelit. Nantinya, VSAT yang akan memancarkan sinyal Satria-1 ke perangkat masyarakat. 

Diketahui, mulanya akan ada 150.000 titik VSAT yang disasar oleh Satria-1. Namun setelah dikaji ulang, titik yang disasar hanya tersisa 37.000, sehingga kapasitas mbps yang diterima bisa lebih banyak. 

Adapun pengaktifan VSAT di 37.000 titik ini akan dilakukan bertahap dan merata di seluruh Indonesia. 

Aradea mengatakan pada 2023, Kemenkominfo telah berhasil membangun lebih dari 4.500 titik di seluruh Indonesia. Namun, Aradea mengaku mayoritas titik yang dibangun berada di Indonesia bagian tengah dan barat.

“Kebetulan karena kemarin itu last minute, kita bangunnya lebih banyak di barat dan tengah. Di timur itu ada perwakilan 40 lokasi di Papua, soalnya Papua sekarang keadaannya agak mencemaskan karena faktor keamanan dan lain-lain,” ujar Aradea. 

Namun, pada 2024 ini, kata Aradea, titik yang disasar akan jauh lebih merata karena masih memiliki banyak waktu. 

Kendati demikian, Aradea mengaku jumlah titik yang ada saat ini masih sangat sedikit, sehingga kini pemerintah tengah mengkaji peluncuran dari Satria-2. 

Namun, Aradea mengaku Kemenkominfo masih mengkaji teknologi yang akan digunakan untuk satelit ini. Potensi teknologi yang digunakan adalah satelit geostasioner seperti rencana awal ataupun low earth orbit (LEO).

“Kami masih menimbang mana yang lebih baik, apakah kita kita langsung go ahead with GEO, atau kita mau masuk ke konstelasi LEO,” ujar Aradea.

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper