PKS Bodong Selimuti RT/RW Net Ilegal, Bisnis Reseller Internet Gelap Melenggang

Rika Anggraeni
Jumat, 19 April 2024 | 07:00 WIB
Pekerja menarik kabel fiber optic di Jakarta, Senin (18/3/2024)/JIBI/Bisnis/Abdurachman
Pekerja menarik kabel fiber optic di Jakarta, Senin (18/3/2024)/JIBI/Bisnis/Abdurachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mewajibkan reseller internet untuk melampirkan dokumen perjanjian kerja (PKS) dengan ISP resmi sama saat mendaftar di oss.go.id agar bisnis mereka sah. Faktanya, dokumen PKS dapat dipalsukan dan sistem tak mampu membaca itu. 

Sekretaris Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Zulfadly Syam mengatakan selama ini RT/RW Net yang memiliki izin atau PKS dari ISP resmi, berusaha terintegrasi dengan sistem melalui online single submission (OSS), sehingga mereka dapat tercatat sebagai penyelenggara jasa layanan jual kembali yang sah.

Salah satu dokumen yang harus dilampirkan saat ingin menjadi reseller internet atau RT/RW Net yang sah adalah dokumen PKS. Sayangnya, kata Zulfadly, APJII menemukan adanya PKS bodong yang diunduh ke OSS, yang membuat praktik RT/RW Net ilegal akhirnya tetap dapat berjalan. 

RT/RW Net merupakan jaringan internet yang dibangun di lingkungan perumahan, kompleks, atau kawasan pemukiman padat penduduk. Dikategorikan ilegal karena oknum menjual kembali layanan internet yang mereka beli dari ISP kepada orang lain tanpa izin dari ISP resmi dan Kemenkominfo. 

“Kami temukenali juga ada yang menggunakan PKS bodong,” kata Zulfadly kepada Bisnis, Kamis (18/4/2024).

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Zulfadly menyampaikan bahwa APJII bersama dengan Kemenkominfo tengah berupaya dalam pengembangan sistem digital untuk mendeteksi RT/RW Net dengan PKS bodong.

Dia menjelaskan dari sistem itu, para reseller resmi yang menginduk pada ISP resmi akan terdata. Sedangkan RT/RW Net yang tidak terdata, merupakan ISP yang tidak menginduk pada ISP resmi. Hal ini memudahkan Kemenkominfo untuk melakukan tindakan penertiban sesuai regulasi yang berlaku.

“Sudah saatnya tidak toleran pada pendusta izin internet,” ujarnya.

Selain kategori di atas, Zulfadly menambahkan bahwa ada RT/RW net yang sama sekali beroperasi tanpa PKS dan membuat badan hukum dengan KBLI yang sesuai ketentuan.

“Jenis kategori ini, seharusnya sudah tidak diberikan ruang lagi oleh pemerintah, karena sudah tidak make sense,” ujarnya.

Sementara itu, dilansir dari laman Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (DJPPI) Kemenkominfo, terdapat sejumlah bahaya yang ditanggung oleh masyarakat saat menggunakan RT/RW Net Ilegal.

Pertama, ISP ilegal mungkin tidak memiliki infrastruktur yang memadai atau tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Akibatnya, pengguna mungkin mengalami ketidakstabilan jaringan, seringnya gangguan koneksi internet yang merugikan aktivitas pengguna internet.

Kedua, kecepatan internet yang ditawarkan rendah, karena berbagi jaringan dengan banyak pengguna. Hal ini membuat kesulitan saat streaming video, atau saat mengunduh file.

Ketiga, ISP ilegal tidak terikat oleh persyaratan keamanan dan privasi data yang berlaku. Hal ini berarti informasi pribadi pengguna mungkin tidak dilindungi dengan baik, sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan data atau kejahatan cyber.

“Kemudian pemilik jasa ISP yang tidak bertanggung jawab juga bisa saja menyelipkan program berbahaya, alias malware ke komputer atau perangkat yang mengakses Internet ilegal tersebut. Hal ini tentu dapat merugikan keamanan dan kenyamanan pengguna internetnya,” tulis dalam website tersebut. 

DJPPI juga memperingatkan bahwa beberapa jasa ISP ilegal mungkin menyebarkan konten berbahaya, seperti materi pornografi anak, kebencian, atau teroris. Hal ini dapat membahayakan masyarakat dan menyebabkan trauma pada korban.

Sementara itu, bagi ISP yang sengaja memfasilitasi praktik RT/RW Net ilegal Kemenkominfo mengancam akan mengenakan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara atau denda Rp1,5 miliar. 

Hal itu terungkap dalam surat pemberitahuan Kemenkominfo Nomor B-4387/DJPPI.6/PI.05.03/04/2024 yang ditujukan untuk Direktur Utama Penyelenggara Jasa Akses Internet (ISP).

Surat yang ditandatangani oleh Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kemenkominfo Dany Suwardany A. 

Dasar hukumnya, Pasal 47 jo. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No.36/1999 tentang Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan UU No.6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)," tulis dokumen yang diterima Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper