Bisnis.com, JAKARTA - Banyak mahasiswa teknik yang tidak mengerti bahasa pemograman dasar karena terlalu mengandalkan platform kecerdasan buatan OpenAI, terutama setelah kehadiran generative AI ChatGPT.
Executive Director Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan hal inipun seturut dengan tren kenaikan penggunaan OpenAI dalam tugas-tugas akademik.
“Mahasiswa hari ini kesulitan dalam memahami secara detail masalah-masalah pemrograman karena mereka telah menyerahkan hal tersebut ke OpenAI. Ngapain saya harus tau proses sintaksis dalam pemrograman, ketika OpenAI bisa menjawab hal tersebut,” ujar Wahyudi pada acara 'AI Public Discussion: Moving Ethical AI from Voluntary Commitment to Binding Regulation' yang diselenggarakan Elsam, Microsoft, dan Bisnis Indonesia, Kamis (7/3/2024).
Padahal, Wahyudi mengatakan mahasiswa masih perlu untuk memahami aspek dasar ketika bekerja atau melakukan pendalaman soal teknologi AI.
Oleh karena itu, Wahyudi menyarankan universitas mulai memperhatikan fenomena ini dan mulai memikirkan batasan-batasan dalam penggunaan kecerdasan buatan.
Lebih lanjut, Wahyudi bahkan menyarankan universitas untuk memikirkan adanya perbedaan bobot penilaian antara mahasiswa yang menggunakan OpenAI dalam mengerjakan tugas dan yang tidak menggunakan teknologi tersebut.
“Ini mungkin menjadi penting di lingkungan universitas mengembangkan suatu panduan bagaimana batasan dalam pemanfaatan OpenAI untuk perkuliahan dan sebagainya,” ujar Wahyudi.
Sebagai informasi, data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa potensi PDB Indonesia karena kontribusi AI bisa mencapai US$366 miliar pada 2030.
Hal ini tidak terlepas dari banyaknya dan cepatnya adopsi AI. Saat ini, 79% masyarakat sudah terekspos dengan generative AI, 35% perusahaan global telah memanfaatkan AI, dan 77% fitur perangkat yang digunakan sehari-hari juga sudah memanfaatkan AI.
Kendati demikian, AI masih memiliki masalah soal transparansi data, bias dan diskriminasi, pelanggaran privasi, hingga pemberian informasi yang salah.