Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat telekomunikasi menilai kebutuhan internet di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara harus ditopang dengan kabel serat optik untuk backbone ataupun backhaul, bukan dari satelit.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan satelit memungkinkan untuk menghadirkan internet dalam jangka pendek, sembari menunggu infrastruktur selesai dibangun. Namun untuk jangka panjang, IKN lebih membutuhkan infrastruktur serat optik.
Menurutnya, satelit low earth orbit (LEO) seperti Starlink pun masih belum bisa untuk mendukung kebutuhan internet IKN yang begitu besar. Terutama, kata Heru, IKN membutuhkan jaringan komunikasi yang cepat ke Jakarta karena masih menjadi pusat ekonomi.
“Penggunaan satelit ke depannya, dia tidak bisa mendukung kebutuhan IKN yang sedemikian besar dan juga tentunya satelit itu memiliki kelebihan dalam hal delay, jadi tidak bisa real time, dan kecepatannya yang juga bergantung pada pengguna,” ujar Heru kepada Bisnis, Jumat (9/2/2024).
Ditambah lagi, Heru mengatakan akhir-akhir ini Starlink banyak mendapat protes dari para penggunanya karena kecepatan internet yang menurun, imbas pengguna yang makin banyak. Alhasil, Starlink harus meluncurkan lebih banyak satelit lagi, untuk menunjang internet yang cepat bagi seluruh konsumennya.
Lebih lanjut, Heru juga mengatakan sebenarnya sejumlah operator telekomunikasi dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi (Bakti) Kemenkominfo juga sudah membangun roadmap ke IKN.
“Ini juga yang kita lihat, Bakti Kemenkominfo juga pernah memaparkan mereka juga akan membangun jaringan ke IKN, termasuk operator seluler lain juga punya perencanaan untuk membangun jaringan kesana. Itu yang harus dikolaborasikan dan disinergikan,” ujar Heru.
Kendati demikian, Heru mengatakan sebenarnya dia tidak menolak hadirnya Starlink ke Indonesia, selama perusahaan tersebut mendapatkan perlakukan yang sama di mata pemerintah.
Artinya, mereka juga harus berizin Indonesia, berbadan hukum Indonesia, memiliki hak labuh, membayar biaya hak penyelenggaraan jaringan (BHP), kontribusi universal service obligation (USO), dan biaya frekuensi.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan untuk lebih berpihak pada pemain dalam negeri dibandingkan para pemain asing.
“Kalau berpihak pada Starlink, itu satelitnya dimana kita tidak tahu, kemudian juga investasinya juga investasi luar angkasa, tidak ada investasi yang benar benar diberikan pada Indonesia sebagai sebuah negara, kecuali menjadikan Indonesia sebagai pasar saja,” ujar Heru.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana Starlink untuk masuk ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Luhut menyebut, pengurusan persyaratan Starlink untuk berinvestasi di IKN sudah hampir rampung dan menunggu penerbitan izin layak operasi atau ULO dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).