Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat menilai penerapan program Identitas Kependudukan Digital (IKD) merupakan proyek yang ambisius di sisa masa jabatan Presiden Joko Widodo. Terlebih penerapan dan integrasi 270 juta data penduduk di e-KTP ke IKD ditargetkan selesai dalam 5 bulan.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan hal ini tidak terlepas dari besarnya ketimpangan digital di Indonesia.
“Ketimpangan digital ini bukan hanya dari sisi infrastrukturnya saja, tapi dari sisi SDM dan penggunaannya yang belum merata,” ujar Huda kepada Bisnis, Rabu (10/1/2024).
Huda mengatakan, dari segi infrastruktur masih ada banyak blankspot di Indonesia. Berdasarkan data dari Kemenkominfo pada 2022, masih ada sekitar12.548 desa di Indonesia yang mengalami blank spot.
Desa-desa tersebut saat ini memang telah dibangun infrastruktur digital, tetapi cakupannya belum maksimal dan secara kualitas masih sangat kecil sekitar 2 Mbps per desa.
Oleh karena itu, penerapan IKD secara menyeluruh ke setiap titik di Indonesia merupakan tantangan yang cukup besar.
Selain itu, dari segi SDM atau sumber daya manusia, masih banyak masyarakat ataupun aparatur sipil negara (ASN) yang masih gagap teknologi.
“Pelayanan di desa-desa di pedalaman 3T (tertinggal, terdepan, terluar), sudah tidak ada sinyal, SDM-nya pun masih belum tahu apa itu internet. Syukur-syukur mereka punya device-nya. Masyarakatnya juga belum tentu punya device,” ujar Huda.
Oleh karena itu, Huda pun cukup mengkritik pemerintah Indonesia. Menurutnya, pemerintah terlalu banyak berinisiasi tanpa melihat penerapan program sebelumnya di masyarakat.
Huda mengatakan masih banyak layanan kesehatan yang masih memerlukan fotokopi KTP elektronik (e-KTP) saat hendak rawat inap. Ataupun pembuatan paspor yang sudah menggunakan aplikasi, tetapi masih harus datang dan menulis form secara manual.