Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Singapura mengusulkan amandemen Undang-Undang Keamanan Siber, yang disahkan pada 2018, agar pengawasan lebih luas mencakup penyedia layanan komputasi awan dan operator pusat data (data center).
Perluasan pengawasan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesediaan pemain data center untuk menetap di Singapura.
Mengutip The Register, usulan amandemen bertujuan memastikan sistem keamanan siber infrastruktur informasi kritis (critical information infrastructure/CII) di negara tersebut berjalan dengan baik.
Cyber Security Agency of Singapore (CSA) atau Badan Keamanan Siber Singapura mengelompokkan sektor energi, air, keuangan, layanan kesehatan, transportasi, pemerintahan, informasi dan komunikasi, media, serta layanan kemanan dan darurat sebagai operator CII.
Dalam usulan amandemen, Pemerintah Negeri Singa menambah term anyar, yaitu layanan infrastruktur digital dasar, yang mencakup layanan komputasi awan di dalam maupun luar negeri, serta layanan fasilitas pusat dalam di wilayah teritori negara tersebut.
Apabila usulan tersebut diterima dan disahkan di dalam regulasi anyar, maka akan ada penyesuaian antara kategori baru infrastruktur dasar itu dengan CII.
Penyesuaian dikatakan bakal mencakup layanan yang disediakan oleh penyedia komputasi awan seperti AWS dan Google, serta operator pusat data seperti Equinix.
Sebagai informasi, perihal keamanan siber memang sedang menjadi isu utama di Singapura.
Baru-baru ini, Pemerintah Singapura menyiapkan ketentuan pembagian beban antara nasabah dan perbankan yang mengalami kerugian finansial akibat phising.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Alvin Tan menyusul kerugian yang dialami oleh institusi finansial dan hampir 800 nasabah Overseas Chinese Banking Corporation (OCBC) senilai US$13,7 juta.
Rencana tersebut pertama kali diumumkan pada Februari 2023, tetapi kompleksitas permasalahan terkait membuat proses pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lebih lama.