Bisnis.com, JAKARTA– Resmi bergabungnya Tokopedia dan TikTok dinilai oleh berbagai pihak dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dan memperluas pasar bagi pelaku UMKM di Tanah Air.
Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital Alfons Tanujaya mengatakan bergabungnya TikTok dan Tokopedia ini akan memberikan dampak positif pada perekonomian dan penerimaan negara.
Alfons juga mengungkapkan dari sisi keamanan, metode yang digunakan dalam komunikasi antar server TikTok dan Tokopedia harus seamless dan jangan terlalu banyak berpindah situs.
“Jump app sangat berisiko sehingga mudah disusupi Man in The Middle attack. Kalau API [Application Programming Interface] lebih aman karena kedua server saling berhubungan langsung tanpa perantara dan jauh lebih sulit dieksploitasi dibandingkan jump app,” ungkapnya dikutip dari siaran pers, pada Kamis (14/12/2023).
Alfons menambahkan, Tokopedia misalnya, selama ini telah memiliki banyak pengalaman kerjasama misalnya dengan PLN, PAM, PBB. Sementara GoTo, juga sempat bekerja sama dengan Bluebird, dimana koneksi servernya seamless namun tetap aman sehingga tidak mengganggu kenyamanan konsumen.
Menurutnya hal-hal seperti ini yang patut dijadikan pertimbangan dalam melakukan koneksi antar server dua entitas yang berbeda. Selain sistem yang aman dan operasi yang disiplin, menjalankan standar keamanan ketat seperti ISO 27001, ISO 27701 dan sebagainya juga tidak kalah penting.
Sebelumnya, Praktisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Tony Seno Hartono mengatakan penyatuan TikTok dan Tokopedia ini patut diapresiasi. Pada kerja sama ini, kedua belah pihak akan berperan sesuai dengan perizinan yang dimiliki.
TikTok berperan sebagai media sosial dan pemasaran atau etalase, sementara Tokopedia berperan sebagai lokapasar dan platform transaksi.
Dengan demikian proses belanja dari etalase produk hingga pemrosesan pemesanan transaksi akan dilakukan pada dua sistem yang berbeda dari sisi data dan domain. Namun sebaiknya, pengguna TikTok dan Tokopedia tidak akan mengalami perubahan pengalaman penggunaan masing-masing aplikasi atau tidak ada jump app.
“Hal ini dibuat agar pengguna memiliki pengalaman yang lancar ketika berbelanja di dua aplikasi tersebut. Kalau dari sisi pemrograman jump app tidak diperlukan, dan juga tidak direkomendasi karena akan mengganggu pengalaman pengguna yang dipaksa harus lompat-lompat ke sistem lain. Jadi semua pemrograman dapat diotomatiskan,” ujar Tony Seno.
Tony memberikan contoh dalam konteks pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit (RS) yang sudah terdigitalisasi. Di RS tersebut sistem backend untuk menangani identitas pasien, rekam medis elektronik, billing hingga asuransi sudah terhubung ke backend lain melalui API ke beberapa institusi berbeda, misalnya identitas terhubung ke Dukcapil, rekam medik elektronik terhubung ke Kemenkes, billing terhubung ke Bank, asuransi terhubung ke BPJS dan sebagainya.
“Semua sistem tersebut cukup diakses dari satu monitor saja di RS. Bagian penerimaan pasien tersebut tidak perlu lompat-lompat ke aplikasi yang berbeda. Selain itu, interaksi dua aplikasi pada sistem backend sudah lazim digunakan di Indonesia, terutama pada sektor keuangan.” jelasnya.