Bisnis.com, JAKARTA - Zoom. Hanya itu yang ada dipikiran Lorina pagi itu. Dia berlari turun ke lantai satu. Mengambil kunci dan memacu mobilnya cepat-cepat menuju Hotel Grand Baliem dari Puskesmas Wamena Kota. Jaraknya sekitar 4 kilometer. Lorina cemas. Dia hampir tabrakan.
Wanita yang telah belasan tahun berkecimpung di dunia kesehatan itu nekat ngebut menjelang siang karena zoom meeting yang sedang diikutinya tersendat. Padahal Kementerian Kesehatan Pusat di Jakarta saat itu tengah memaparkan informasi penting kepada puskesmas di seluruh Indonesia.
Bagi Lorina, pekerjaan di puskesmas adalah segalanya. Wanita yang telah bekerja selama 14 tahun di Wamena itu terus berusaha memberi yang terbaik, meski di tengah keterbatasan akses internet.
“Terus terang kami di puskesmas ini, sangat terbantu sekali dengan internet. Ketika internet bermasalah kami setengah mati,” kata Kepala Puskesmas Kota Wamena itu kepada Bisnis, dikutip Minggu (10/12/2023).
Puskesmas Wamena Kota hanya bergantung dari internet berbasis satelit yang didapat dari Program Akses Internet Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Bakti memberikan internet sebesar 2 Mbps ke sejumlah titik di wilayah pemerintahan Papua Pegunungan lewat program tersebut.
Keberadaan jaringan internet tersebut disyukuri oleh Lorina. Dia sangat berharap agar kapasitasnya ditingkatkan mengingat banyaknya kegiatan yang bergantung dengan digital.
Lorina bercerita. Pada 2021, ketika internet Bakti masuk pertama kali melalui program Akses Internet, kecepatan Puskesmas Kota Wamena cukup cepat. Segala aktivitas digital dapat dilakukan dengan lancar, mulus dan nyaman.
Proses pemasukan dan pengiriman data dilakukan dengan cepat. Informasi-informasi krusial dapat diunduh dengan mudah. Sayangnya, saat ini, seiring dengan bertambahnya perangkat yang menempel di jaringan Bakti, kualitas internet dirasakan berkurang.
“Akhirnya kami minta pindahkan VSATnya, tetapi sama saja tidak bisa,” kata wanita dengan seragam dinas berwarna coklat.
Di Asolokobal, sebuah kecamatan yang masih tergabung dalam distrik Wamena, Franky Lakoba terkadang merasa senang, terkadang sebal. Kehadiran internet yang seharusnya memberi kemudahan, kadang-kadang justru mempersulit.
Sejumlah pekerjaannya yang bergantung pada internet, sesekali menjadi lebih berat karena internet lemot, bahkan hilang.
Franky yang bekerja sebagai Staf Operasional IT di SMP/SMA Advent Satap Kampung Sogokomo Kecamatan Asolokobal, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, memiliki kewajiban untuk memberikan laporan ke pusat perihal perkembangan kondisi dan proses belajar mengajar di tempat sekolah.
Namun, saat ingin melaporkan gambar di website berputar sangat lama, meski telah dilakukan refresh berulang kali. Dampanya, adalah keterlambatan laporan, yang berisiko pada penundaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dana bos kami jadi taruhannya. Jadi solusinya adalah pengerjaannya waktu sebelum deadline meskipun jaringannya kurang bagus,” kata lelaki berusia 30 tahun itu.
SMP/SMA Advent Satap Kampung Sogokomo memiliki dua akses internet yaitu, dari VSAT Bakti dan dari base transceiver station (BTS) BTS 4G yang juga dibangun Bakti, yang terletak sekitar 500 meter dari sekolah tersebut.
Berbeda dengan Puskesmas Wamena Kota yang hanya mendapat dari satu titik.
Untuk VSAT, sekolah mendapat akses internet secara gratis. Sementara untuk BTS 4G, mereka harus berlangganan seluler terlebih dahulu, atau menggunakan Telkomsel Orbit, sebagai satu-satunya operator yang memberikan layanan internet di seluruh Papua Pegunungan.
Sama seperti Lorina, Franky juga punya kisah serupa soal kualitas internet yang menurun. Jika pada 2021 saat program Akses Internet Bakti masuk ke sekolah, kecepatan internet cukup memuaskan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, internet di sekolah itu menjadi makin lambat.
Dia berharap ke depan kapasitas internet di sekolah ditambah menjadi di atas 2 Mbps, agar seluruh aktivitas pendidikan di sekolah berjalan lebih optimal.
“Kami berharap ada tambahan bandwidth. Artinya, ketika kami mau melakukan ujian dan online, dan lain sebagainya lebih optimal,” kata Franky.
Franky menekankan meski internet Bakti berjalan kurang baik, tetapi internet Bakti merupakan solusi yang sangat tepat. Sekolah merasa terbantu karena dapat memperoleh internet sepuasnya secara gratis.
Masyarakat dan para siswa juga senang dengan hadirnya internet di sekolah mereka, yang telah membantu dalam menjangkau informasi di dunia maya.
Mereka yang saat ini tinggal di daerah tertinggal, merasa memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi dengan masyarakat yang duduk dan berbaring di pusat kota.
Sekolah sempat berlangganan Ubiqu, layanan VSAT milik PSN, tetapi harganya sangat mahal yaitu Rp500.000 untuk 500 Mbps. Sedangkan sekolah tidak memiliki anggaran besar untuk internet hanya Rp500.000 per bulan.
“Memang kami di sini sebagian anak-anak belum mampu membayar uang sekolah yang banyak, jadi kami swasta dan bergantung dari biaya yang disetorkan anak-anak. Dengan begitu kami terbantu dengan adanya Bakti,” kata
Senada, Siswi kelas I Advent Satap Kampung Sogokom Darki Sandra Kiwo merasa terbantu dengan keberadaan internet di sekolahnya. Internet baginya adalah ‘nadi’ dalam mengerjakan tugas. Jika terputus, terganggu usaha dia dalam menyelesaikan tugas sekolah.
“Nonton pelajaran, macam tugas-tugas yang dikasih guru. Cara bikin presentasi, kami lihat di YouTube. Kadang tugas-tugas yang diberikan guru, kami menggunakan internet,” kata Sandra.
Mengenai kualitas internet yang melemah di sejumlah titik, Staff Direktorat SDA Bakti Kemenkominfo Dede Sukardoyo mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi secara internal. Pasalnya, penurunan kualitas layanan disebabkan oleh banyak faktor.
“Salah satunya adalah faktor cuaca. Nanti kita lihat hasil pelacakan saja,” kata Dede.
Sementara itu, Perencanaan Ahli Utama Bappenas Hilmawan Hariyoga mengatakan untuk mengatasi masalah konektivitas di Papua Pegunungan, Bappenas akan melakukan koordinasi antar instansi dan dinas, dan untuk tingkat lokal mengenai tata kelola.
Bappenas akan terus berupaya untuk mendorong visi Papua Sehat, cerdas dan produktif. Salah satunya melalui jaringan konetivitas internet satelit Satria-1, yang akan menyuntikan internet ke 37.000 titik di seluruh Indonesia. Masing-masing titik akan mendapatkan kecepatan internet sebesar 4 Mbps - 20 Mbps.
“Dengan adanya satelit yang Satria ini pasti akan ada penyesuaian seperti masalah bandwidth, kecepatan dan lain-lain. Tetapi dari kami Bappenas ukurannya adalah apapun yang diperlukan untuk mendukung visi sehat, cerdas dan dengan indikator-indikatornya harusnya dipenuhi, terus ada syarat perlu, itu harus menyesuaikan,” kata Himawan.