TikTok Dilarang di Nepal, di RI Makin Kuat Ekspansi ke e-Commerce

Senin, 20 November 2023 | 10:43 WIB
Logo TikTok ditampilkan di TikTok Creators Lab 2019 yang digelar Bytedance Ltd. di Tokyo, Jepang, Sabtu (16/2/2019)./Bloomberg-Shiho Fukada
Logo TikTok ditampilkan di TikTok Creators Lab 2019 yang digelar Bytedance Ltd. di Tokyo, Jepang, Sabtu (16/2/2019)./Bloomberg-Shiho Fukada
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Nepal secara resmi melarang TikTok karena platform tersebut enggan menghentikan konten kebencian yang mengganggu “harmoni sosial". Sementara itu di Indonesia, kabar platform sosial media China itu untuk masuk ke e-commerce makin kencang. 

Dilansir dari Boardroom, Senin (20/11/2023) TikTok harus relah kehilangan 2,2 juta pengguna di Nepal karena aplikasi tersebut akan ditutup di seluruh negeri, segera setelah pemerintah Nepal merasa konten TikTok mempromosikan kebencian terhadap agama, kekerasan, dan pelecehan seksual. 

Kabar tersebut muncul setelah Nepal menerapkan aturan yang mewajibkan platform sosial untuk mendaftar ke pemerintah setempat.

Sementara itu dilansir dari Al-Jazeera, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Nepal Rekha Sharma mengatakan keputusan itu diambil karena TikTok secara konsisten digunakan untuk membagikan konten yang “mengganggu keharmonisan sosial dan mengganggu struktur keluarga dan hubungan sosial”.

“Rekan-rekan kerja sedang berupaya untuk menutupnya secara teknis,” katanya, tanpa merinci apa yang memicu larangan tersebut.

Media lokal Nepal melaporkan dari 1.600 kasus kejahatan dunia maya terkait TikTok telah tercatat selama empat tahun terakhir di Nepal.

Larangan di Nepal terjadi ketika perusahaan induk TikTok, Byte Dance, melaporkan pendapatan kuartal kedua sebesar $29 miliar, melonjak lebih dari 40% dari tahun ke tahun.

Nepal bukan satu-satunya negara yang melarang TikTok. Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru, juga melarang para pegawai pemerintah untuk menggunakan aplikasi tersebut. 

Sementara itu di Indonesia, setelah TikTok dilarang menggabungkan bisnis dagang-el dengan sosial media, perusahaan berencana membuat e-commerce sendiri. 

Pada pertengahan Oktober 2023, TikTok membuka lowongan kerja untuk sejumlah posisi yang akan memperkuat bisnis e-commerce mereka. 

Berdasarkan pantauan Bisnis (16/10/2023), sekitar lebih dari 50 lowongan terkait pekerjaan e-commerce TikTok ditemukan di laman LinkedIn TikTok global.  Menariknya, walaupun mayoritas lowongan bertempat di Indonesia, tetapi adapula sejumlah lowongan untuk e-commerce TikTok Malaysia, Thailand, dan Vietnam. 

Selain itu, ditemukan pula lowongan untuk magang yang dimulai pada 2023 dan 2024. 

Kabar terbaru menyebutkan bahwa TikTok akan menggandeng e-commerce Lokal untuk terjun ke dagang-el. 

Menanggapi hal itu, Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM, Deputi Bidang UKM, Kemenkop UKM, Temmy Satya Permana menyebut TikTok Shop akan kembali dibuka di Indonesia. Dia menuturkan, TikTok kemungkinan tidak akan membentuk badan usaha atau PT baru untuk TikTok Shop tersebut. 

Rencananya, Tiktok Shop akan menggandeng salah satu mitra e-commerce lokal. Terkait hal tersebut, Temmy menuturkan rencana kerja sama antara dua platform atau business to business (B2B) tidak masalah selama mengikuti regulasi yang ada. 

Dia juga mengatakan, kerja sama antara TikTok Shop dengan salah satu e-commerce tidak akan membuat platform lain kalah bersaing. 

“Kita tidak bisa melarang [TikTok] bermitra dengan siapa, kerja sama B2B itu nggak ada masalah, selama semua mengikuti aturan. Tinggal nanti bagaimana masyarakat menilai, mana yang ditawarkan lebih bagus dan yang pelayanannya lebih baik,” kata Temmy saat ditemui di Gedung Kemenkop UKM, Jakarta pada Jumat (17/11/2023). 

Dia menuturkan, masalah yang membuat TikTok Shop ditutup pada Oktober lalu adalah karena mereka tidak memiliki izin untuk berdagang. Temmy menuturkan, TikTok hanya memiliki izin Kantor Perwakilan Perusahaan. Perdagangan Asing (KP3A) di Indonesia. 

Pada izin tersebut, TikTok hanya diperbolehkan berdiri sebagai media sosial yang hanya boleh melayani pengaduan konsumen dan riset pasar (market research). Dia juga melanjutkan, China juga telah mengeluarkan regulasi yang melarang adanya monopoli pada sebuah platform menyusul dominasi raksasa e-commerce di negara tersebut, Alibaba. 

Temmy menuturkan, kini Alibaba hanya memiliki sekitar 30% dari pangsa pasar e-commerce dari sebelumnya mencapai 70%. 

“Sebelum ada TikTok kan semuanya baik-baik saja [e-commerce di Indonesia]. TikTok itu kemarin tidak ada izin, jadi ditutup. Di negara asalnya saja diatur, masa di Indonesia tidak,” ujar Temmy.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis :
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper