Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mengkaji untuk memberikan keringanan kepada operator seluler dalam penggelaran teknologi 4G dan 5G, serta perihal tarif sewa sarangan jaringan utlisasi terpadu atau SJUT.
Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Denny Setiawan mengatakan pihaknya tengah menyiapkan insentif untuk implementasi teknologi jaringan telekomunikasi 5G untuk peningkatan kecepatan internet di Indonesia yang lebih baik.
Namun, dalam perkembangannya insentif tersebut nantinya tidak terbatas di 5G, juga teknologi 4G.
“Dikarenakan sekarang izin pita frekuensi radio (IPFR) yang diberikan ke penyelenggara seluler telah berbasis netral teknologi dimana operator bisa memilih teknologi pada pita frekuensi radio tersebut, pemberian insentif ini juga akan mendorong peningkatan implementasi 4G di pita frekuensi radio yang sama,” kata Denny kepada Bisnis, Jumat (3/10/2023).
Denny juga mengatakan selain untuk 5G, insentif juga diupayakan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi dan juga percepatan penggelaran di wilayah nonkomersial sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi tsb dgn baik.
Dia menuturkan berkenaan dengan bentuk insentif bagi industri telekomunikasi, ada beberapa usulan, tidak hanya terkait dengan BHP Frekuensi.
“Penyelenggara telekomunikasi juga menyampaikan harapannya agar terdapat insentif regulasi yang menjadi kewenangan di ranah Pemerintah Daerah, misalnya biaya izin galian kabel, tarif sewa Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang lebih terjangkau, dan lain sebagainya,” kata Denny.
Sebelumnya, penggelaran 5G pada kuartal III/2023 berjalan lambat di tengah upaya Indonesia dalam meningkatkan kecepatan internet di mata global guna menaikkan daya saing.
Dari sisi jaringan, perangkat dan aplikasi, teknologi baru super cepat ini tidak mengalami banyak perubahan bahkan stagnan.
PT Indosat Tbk. (ISAT) mengoperasikan 90 base transceiver station (BTS) 5G pada kuartal III/2023. Jumlah BTS tersebut tidak bertambah satupun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu PT XL Axiata Tbk. (EXCL) belum pernah terdengar penggelaran 5G kendati perusahaan telah mengantongi surat keterangan layak operasi (SKLO) untuk 5G di pita 1800 MHz dan 2100 MHz.
Nasib berbeda dialami oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. telah menambah lebih dari 100 BTS 5G, yang membuat total keseluruhan BTS 5G yang mereka operasikan sebanyak 470 BTS pada kuartal III/2023.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Ridwan Efendi mengatakan untuk dapat menghadirkan 5G dibutuhkan frekuensi rendah (<1Ghz) untuk coverage, frekuensi menegah (2-3Ghz) dan frekuensi tinggi (>26Ghz) untuk kapasitas.
Agar operator selular dapat menyediakan layanan 5G, Ridwan mengatakan operator harus memiliki kombinasi frekuensi tersebut. Berdasarkan referensi GSMA, minimal frekuensi untuk menghadirkan layanan 5G sebesar 80Mhz di satu band frekuensi.
Saat ini frekuensi yang tersedia berada di Indonesia berada di 700Mhz dengan lebar pita 2x45Mhz dan 26Ghz dengan lebar pita 2000Mhz. Demi kecepatan 5G optimal, menurut Ridwan idealnya lelang frekuensi 700Mhz hanya untuk satu operator saja. Sedangkan frekuensi 26Ghz dapat dibagi untuk banyak operator karena lebar pitanya yang besar. Namun frekuensi tersebut hanya untuk kapasitas saja.
“Nantinya operator yang tak menangkan lelang frekuensi 700Mhz dapat menyewa kapasitas dari pemenang tender,” kata Ridwan.
Jika pemerintah tetap ngotot menerapkan BHP frekuensi dengan metode lelang seperti yang saat ini berlaku, padahal kebutuhan frekuensi sangat besar untuk teknologi baru, Ridwan memperkirakan tak ada satu operator selular yang sanggup untuk membayarnya. Apalagi jika operator selular ingin menggembangkan teknologi 5G.
Ridwan melihat di draft PM lelang frekuensi 700Mhz dan 26Ghz adanya potensi penurunan BHP frekuensi. Dengan insentif yang diberikan pemerintah ini akan operator selular memiliki peluang meningkatkan kualitas dan cakupan jaringan yang dimilikinya.
“Beberapa negara sudah memberikan insentif pembebasan BHP frekuensi untuk kurun waktu tertentu. Insentif tersebut diberikan untuk operator yang akan menerapkan teknologi baru,” kata Ridwan.