Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat teknologi menilai chatbot kecerdasan buatan (AI) perlu diawasi agar bersifat netral dan tidak menghadirkan data yang mengarah pada pasangan calon tertentu, terutama menjelang tahun politik 2024.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia Teguh Prasetya mengatakan produsen chatbot AI harus memastikan database yang menjadi panduan kecerdasan buatan tersebut tetap berimbang. Terutama mengingat database perusahaan AI yang cenderung bersifat privat.
“Harusnya bersifat netral dan memastikan database untuk melihat pertanyaan yang terkait dengan ruang lingkup pelayanan usaha yang bersangkutan saja,” ujar Teguh pada Bisnis, Senin (23/10/2023).
Menurut Teguh, platform juga dapat mengantisipasi adanya misinformasi dengan memperhatikan pola jawaban yang dilayangkan pengguna.
Senada, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pemanfaatan AI seperti dua sisi mata uang, bisa berdampak positif sekaligus negatif.
Oleh karena itu, Heru mengatakan perlu ada kontribusi pemerintah untuk mengatur informasi yang diberikan dari AI tetap berimbang dan mengatakan informasi yang benar.
Menurutnya, di masa-masa saat ini AI sangat berpotensi menjadi sarana untuk penyebaran hoaks. Alhasil, menurut Heru, AI dapat mengubah pandangan politik seseorang.
“Dengan AI, orang dapat mempelajari, mungkin kita sebagai pendukung capres A, pendukung tokoh tertentu, kemudian dipelajari, kemudian dibombardir dengan informasi yang menyesatkan tentang pilihan kita tersebut,” ujar Heru.
Selain itu, Heru juga menghimbau masyarakat untuk tidak memanfaatkan AI untuk hal-hal yang negatif.
Sebelumnya survei dari Axios Morning Consult melaporkan separuh masyarakat Amerika Serikat menduga jika misinformasi dari AI dapat berdampak pada perolehan suara pemilu Amerika 2024.