Bisnis.com, JAKARTA - Aplikasi social commerce TikTok menolak memisahkan platform social commerce dengan e-commerce. Di Inggris dan Amerika Serikat, platform media asal China itu menjalankan dua bisnis sekaligus dalam satu platform.
Dilansir dari laman resminya, TikTok menyampaikan dalam lembar mitos dan fakta bahwa aplikasi asal China tersebut tidak mengumpulkan ataupun menyimpan data asal produk.
TikTok juga tidak memiliki kemampuan untuk memiliki keberpihakan ataupun memberikan batasan produk-produk yang berasal dari wilayah tertentu.
Mengenai pemisahan media sosial dan e-commerce, TikTok mengatakan di Amerika Serikat dan Inggris, platformnya tidak dilarang ataupun dipisah.
"Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok dijalankan di dalam satu platform," tulis TikTok dilaman resminya, dikutip Senin (25/9/2023).
TikTok juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memiliki izin untuk melakukan usaha penjualan di Indonesia.
TikTok mengaku sudah memiliki Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan.
Adapun TikTok juga mengeklaim sudah mengikuti undang-undang yang berlaku di Indonesia.
“Kami telah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan,” tulis TikTok.
Di sisi lain, Periset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan TikTok walaupun sudah memiliki izin berdagang, tetapi mereka belum memiliki izin untuk social commerce.
Hal ini dikarenakan masih belum adanya peraturan terkait social commerce di Indonesia. "Social commerce aja belum ada aturannya," ujar Huda kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).
Sebagai informasi, Presiden Jokowi melalui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pihaknya akan melarang social commerce untuk melakukan transaksi langsung. Social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa.
Adapun jika ada platform social commerce masih melakukan hal penjualan, platform berpotensi ditutup.
Larangan ini akan diberlakukan setelah Zulkifli menandatangani revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020.
"Jadi, sudah diputuskan. Nanti sore sudah saya tandatangani revisi Permendag No 50/2020 menjadi Permendag berapa nanti, tahun 2023. Kalau ada yang melanggar seminggu ini, tentu ada surat saya ke Kemenkominfo untuk memperingatkan. Setelah memperingatkan, maka akan ditutup (kalau masih melanggar)," ujar Zulkifli, dikutip Bisnis, Senin (25/9/2023).