Isu Keamanan Data Disebut Jadi Hambatan TikTok dalam Berjualan di RI

Crysania Suhartanto
Senin, 25 September 2023 | 09:45 WIB
Logo aplikasi media sosial TikTok yang dikelola oleh ByteDance./Bloomberg-Brent Lewin
Logo aplikasi media sosial TikTok yang dikelola oleh ByteDance./Bloomberg-Brent Lewin
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi digital menilai penolakan TikTok untuk berjualan layaknya e-commerce berkaitan dengan keamanan data dan barang impor dari China. Pemerintah Inggris pernah mengeluhkan hal tersebut. 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan permasalahan TikTok tidak hanya terkait social commerce, melainkan juga soal keamanan data.

Beberapa tahun lalu, kata Bhima, terdapat permasalahan keamanan data pribadi yang dilakukan pegawai TikTok di Inggris, yang membuat TikTok kemudian dijatuhkan sanksi. 

“Memang masalah TikTok ini bukan hanya soal perdagangan tetapi masalah keamanan data nasional di beberapa negara,” ujar Bhima, Senin (25/9/2023).

Bhima mengatakan pada saat itu, TikTok sudah membayar denda yang diperlukan. Namun, kepercayaan publik tidak dapat dikembalikan. 

Alhasil, saat Tiktok meluncurkan TikTok Shop, Inggris menjadi cukup responsif pada isu tersebut sehingga menimbulkan pro-kontra. 

“Project yang dilakukan TikTok di Inggris menuai pro kontra karena dapat menjual langsung barang impor dari China ke konsumen,” ujar Bhima.

Dengan demikian, Bhima mengatakan jalan keluar yang tepat untuk permasalahan TikTok ini khususnya di Indonesia adalah pemisahan antara media sosial dan ecommerce. Adapun hal ini akan dapat dilaksanakan jika revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 sudah selesai.

Kendati demikian, Bhima mengakui pemisahan media sosial dengan ecommerce ini memang tidak dapat sepenuhnya mengantisipasi potensi pencurian data. 

Bhima mengatakan penyalahgunaan data akan lebih sulit dilakukan TikTok jika terbagi di dua platform berbeda. Selain itu, pengawasan yang dilakukan juga dapat lebih optimal karena tidak tumpang tindih. 

Adapun lembaga yang melakukan pengawasan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk media sosial dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk ecommerce.

Lebih lanjut, dampak lainnya adalah algoritma media sosial juga tidak akan dimanfaatkan untuk berjualan. 

“Setidaknya algoritma media sosial tidak diarahkan untuk kepentingan penjualan barang di e-commerce,” ujar Bhima. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper