Perusahaan Rintisan Teknologi Masih Menarik Untuk Investor

Crysania Suhartanto
Jumat, 15 September 2023 | 19:02 WIB
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Investasi di perusahaan rintisan atau startup dinilai masih menjadi salah satu yang menarik, terutama yang bergerak pada sektor teknologi.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan sektor teknologi masih menarik di mata investor, terutama teknologi terkait kecerdasan buatan. 

Selain itu, beberapa sektor yang juga dianggap menarik, seperti perikanan, business to business (B2B), food-technology, dan layanan business support untuk korporasi.

Bhima menilai, menariknya perusahaan-perusahaan tersebut karena masih tergolong baru dan belum memiliki banyak pesaing. Menurutnya, sejumlah sektor yang sudah cukup ekspansif pada saat pandemi, kini sudah cukup jenuh dan sudah tidak lagi dilirik investor.

“Beberapa sektor startup sudah jenuh sehingga mengurangi kesempatan bagi pemain baru untuk masuk ekosistem misalnya e-commerce, ride hailing, dan food delivery,” ujar Bhima kepada Bisnis.com, Jumat (15/9/2023).

Selain itu, alasan lainnya yang membuat sejumlah sektor perusahaan rintisan kehilangan pamornya di mata investor adalah profitabilitas. 

Bhima mengatakan di tengah situasi politik global yang memanas dan tahun politik di Indonesia, venture capital akan meminta startup untuk menghasilkan profit dan cash flow yang positif.

“Startup harus lebih mandiri tidak terlalu bergantung pada pendanaan baru,” ujar Bhima.

Alhasil, Bhima mengusulkan bagi para sektor masih belum dapat pendanaan, founder perusahaan harus lebih kreatif dalam membaca peluang pasar, terutama yang menghasilkan profitabilitas jangka pendek.

Selain itu, pada founder juga disarankan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan yang tidak terlalu berdampak pada produksi (overhead cost).
“Banyak startup sukses setelah pivoting (perubahan strategi bisnis) dan tidak segan menutup bisnis yang merugi,” ujar Bhima. 

Sebagai informasi, dikutip dari Deal Street Asia, nilai kesepakatan perusahaan rintisan di Asia Tenggara anjlok 72 persen secara bulanan menjadi US$486 juta atau Rp7,47 triliun (asumsi Rp15.378 per dolas AS).

Hal ini dikarenakan banyaknya kesepakatan besar gagal terjadi antara investor dengan para perusahaan rintisan. 

Tren ini pun sudah terjadi sepanjang semester I/2023. Diketahui, pada periode tersebut, pendanaan perusahaan rintisan turun drastis sebesar 58,6 persen. 

Adapun pada kuartal II/2023, pendanaan di Asia Tenggara juga hanya mencapai US$2,13 miliar atau senilai Rp32,7 triliun (kurs: Rp15.366/US$).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper