Bisnis.com, JAKARTA - Koreksi saham teknologi global saat pandemi Covid-19 memberikan efek domino pada gagal terlaksananya sejumlah kesepakatan investasi perusahaan rintisan atau startup.
Bendahara Modal Ventura Indonesia Edward Ismawan Wihardja mengatakan koreksi saham teknologi membuat sentimen negatif te
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
rhadap investor terhadap kinerja perusahaan startup global.
Alhasil, para investor akan sangat berhati-hati sebelum menyuntikan dana ke sebuah startup.
“Beberapa startup di tahapan later stage akhirnya juga menunda, bahkan membatalkan rencana listing mereka akibat sentimen yang masih belum kondusif ini,” ujar Edward kepada Bisnis, Jumat (15/9/2023).
Adapun, startup later stage merupakan startup yang sudah matang, layaknya soonicorn dan unicorn yang butuh pendanaan besar.
Kendati demikian, menurut Edward, berkurangnya pendanaan negatif ini tidak dapat dipukul rata untuk setiap startup. Menurutnya beberapa startup later stage yang memiliki fundamental baik dan memiliki nilai pasar yang sesuai masih menarik untuk mata investor.
Lebih lanjut, Edward mengatakan memang ada sejumlah negara tetangga yang mendapatkan pendanaan pada perusahaan-perusahaan rintisan mereka lebih besar daripada Indonesia. Namun, Edward menyatakan hal tersebut hanya terkait siklus semata.
Dia menjelaskan, kontribusi pasar Indonesia masih yang terbesar, termasuk potensi peningkatannya. Alhasil, beberapa investor dari Singapura bisa saja masih berfokus ke Indonesia sebagai target pasar.
Dilansir dari Deal Street Asia, nilai kesepakatan perusahaan rintisan di Asia Tenggara anjlok 72 persen secara bulanan menjadi US$486 juta atau Rp7,47 triliun (asumsi Rp15.378 per dolar AS).
Hal ini dikarenakan banyaknya kesepakatan besar gagal terjadi antara investor dengan para perusahaan rintisan.
Tren ini pun sudah terjadi sepanjang semester I/2023. Diketahui, pada periode tersebut, pendanaan perusahaan rintisan turun drastis sebesar 58,6 persen.
Adapun pada kuartal II/2023, pendanaan di Asia Tenggara juga hanya mencapai US$2,13 miliar atau senilai Rp32,7 triliun (kurs: Rp15.366/US$).