Bisnis.com, JAKARTA – Para pekerja di YouTube mulai mengkhawatirkan risiko kanibalisasi dari fitur Shorts terhadap format utama platform tersebut, yakni video berdurasi panjang, yang kini disebutkan tengah sekarat sebagai penghasil pendapatan utama.
Melansir Financial Times, Senin (4/9/2023), fitur video pendek Shorts yang didesain untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru pengguna internet sejak kehadiran TikTok ini memiliki lebih dari 2 miliar pengguna sejak peluncurannya pada 2021.
Namun, di saat yang sama, Shorts juga menarik jumlah penonton dari video dengan format durasi panjang yang menjadi produk utama YouTube selama ini.
Pada Oktober 2022, YouTube melaporkan penurunan pendapatan iklan triwulanan pertama sejak perusahaan mulai melakukan laporan secara terpisah dari Google pada 2020.
Dalam dua kuartal berikutnya, platform tersebut melaporkan penurunan lebih lanjut dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Namun, pada Juli, salah satu anak perusahaan Alphabet ini mengumumkan penjualan iklannya naik 4,4 persen menjadi US$7,7 miliar atau sekitar Rp117,3 triliun pada kuartal kedua. Jumlah ini menyumbang sekitar 13 persen pendapatan iklan Google.
Meski dengan peningkatan tersebut, data internal perusahaan menunjukkan bahwa para konten kreator membuat lebih sedikit video berdurasi panjang. Hal ini didorong oleh kurangnya minat penonton dan komisi dari merek yang lebih menyukai konten berdurasi pendek untuk penempatan produk.
Pada suatu pertemuan, seorang karyawan senior menyamakan tren berkurangnya orang yang menonton video berdurasi panjang di YouTube dengan jumlah orang membaca buku yang berkurang, yang mana keduanya memerlukan lebih banyak waktu dan fokus.
YouTube sendiri mengatakan Shorts dirancang untuk melengkapi, bukan bersaing dengan segala format lain yang digunakan pembuat konten di platform tersebut, seperti audio dan live streaming.
YouTube dan sejumlah veteran media sosial lain, termasuk Instagram Meta, meluncurkan produk video berdurasi pendek pada tahun 2021 untuk bertahan dari ancaman TikTok yang mencuat pada tahun 2020.
Namun, di saat yang sama, hal itu menjadi langkah defensif untuk pendapatan iklannya sebab video yang lebih panjang berarti lebih banyak peluang untuk menayangkan iklan dan memiliki rasio klik-tayang yang lebih tinggi pada iklan di situs e-niaga.
Di samping pasar yang kini cenderung lebih menyukai formatnya, proses pembuatan konten video berdurasi pendek juga memang memudahkan para konten kreator dari segi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk produksi konten.
YouTube telah mencoba menarik para pembuat konten dengan mekanisme pembayaran yang lebih menguntungkan daripada TikTok, serta dengan sejumlah alat pengeditan video di dalam platform.
Divisi video ini telah meminta bantuan dari cabang AI perusahaan induknya, Google DeepMind, untuk merancang solusi kecerdasan buatan yang menciptakan penghematan biaya dan peningkatan kinerja untuk platform, seperti kompresi video yang lebih cepat sebelum pengguna ingin mengunggah video.
Namun, diketahui kurang dari 10 persen pembuat konten menggunakan alat pengeditan dalam aplikasi YouTube untuk Shorts.
YouTube memiliki model bagi hasil dengan pembuat konten yang memberikan 45 persen kepada pembuat video Shorts dan 55 persen untuk video pendek. Namun, sebagian besar pendapatan bagi banyak konten kreator berasal dari kesepakatan merek untuk mengiklankan produk dalam video. (Lydia Tesaloni Mangunsong)