Bisnis.com, JAKARTA - Investor Indonesia berpeluang menggugat perusahaan rintisan (startup) yang mereka danai jika ternyata perusahaan tersebut melakukan kebohongan, seperti yang dilakukan SoftBank terhadap IRL.
SoftBank, dikabarkan menuntut ganti rugi senilai US$150 juta atau sekitar Rp2,2 triliun atas penipuan yang dilakukan startup media sosial IRL tempatnya berinvestasi.
IRL sebelumnya mengklaim dirinya sebagai aplikasi perencanaan acara alternatif Facebook untuk para gen Z. Startup itu mengaku aplikasi telah diunduh oleh 25 persen remaja AS di bawah 28 tahun dan tumbuh pada tingkat 400 persen dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan jumlah pengguna yang amat mengesankan itulah yang mendorong SoftBank berinvestasi. Namun, penyelidikan internal oleh dewan direksi IRL menemukan bahwa 95 persen pengguna aplikasi itu palsu.
Dalam kasus sama seperti itu, Ketua Bidang Rekomendasi Hukum Telematika Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Johny Siswandi mengatakan investor dalam negeri juga dapat melakukan gugatan seperti yang dilakukan SoftBank.
Misalnya, kata Johny, investor menggugat Board of Director (BoD) GOTO andaikata pada saat jual saham GOTO ada indikasi kecurangan.
“Hukum yang berlaku adalah Hukum Pasar Modal untuk investasi sahamnya dan KUHP untuk tindakan curangnya,” ujar Johny kepada Bisnis, pada Selasa (9/8/2023).
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro juga menyatakan hal itu dapat terjadi walaupun tidak selalu masuk ke ranah publik.
Oleh karena itu, Eddi menyatakan hal yang paling krusial dalam waktu investasi pada sebuah startup adalah saat uji tuntas (due diligence), di mana perusahan investasi perlu lebih detail karatekter, visi misi, dan integritas dari pemilik dari perusahaan rintisan tersebut.
“Di tahap awal investasi, bobot terbesar dalam due diligence adalah komponen pencipta perusahaan yang terdiri atas passion, kepintaran, integritas, dan lain-lain,” ujar Eddi.
Eddi berpendapat hal itu perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan menghindari agar investasi yang digelontorkan tidak berujung pada kasus hukum.
“Jika sudah sampai ke meja hijau, pastinya akan ada risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak,” kata Eddi.