Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan manajemen proyek Australia, Facilitate Corp, telah mengajukan gugatan terhadap Twitter Inc di pengadilan Amerika Serikat sebesar $1 juta Australia atau setara dengan US$665.000.
Dilansir dari Reuters pada Senin (3/7/2023), Facilitate Corp, yang berbasis di Sydney, mengklaim bahwa Twitter telah melanggar kontrak dengan tidak membayar tagihan atas pekerjaan yang dilakukan di empat negara.
Gugatan ini merupakan salah satu dari serangkaian gugatan terbaru yang menuduh Twitter gagal membayar tagihan dan sewa sejak akuisisi oleh Elon Musk senilai US$44 miliar.
Dalam gugatannya, Facilitate Corp menyatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan memasang sensor di kantor Twitter di London dan Dublin, menyelesaikan renovasi kantor di Singapura, dan membersihkan kantor di Sydney.
Untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut, Twitter berutang kepada Facilitate Corp sekitar 203.000 pundsterling, $546.600 Singapura, dan $61.300 Australia.
Twitter, juga dikenal sebagai X Corp, tidak lagi memiliki kantor hubungan media dan Reuters tidak dapat menghubungi kantor Twitter di Australia untuk menanggapi gugatan ini.
Facilitate Corp meminta ganti rugi dalam jumlah yang akan ditentukan dalam persidangan, serta biaya hukum dan bunga pada tingkat hukum maksimum.
Gugatan Facilitate Corp menambah rangkaian gugatan terhadap Twitter akibat gagal bayar pada sejumlah pekerjaan.
Sebelumnya, pada Mei, sebuah firma humas mengajukan gugatan terhadap Twitter di pengadilan New York karena belum membayar tagihan, dan pada awal tahun ini, firma penasihat berbasis di Amerika Serikat, Innisfree M&A Inc, juga menggugat Twitter, menuntut sekitar US$1,9 juta atas tagihan yang belum dibayar setelah memberikan nasihat kepada Twitter terkait akuisisi oleh Musk.
Selain itu, pada Januari, Crown Estate Inggris, sebuah bisnis komersial independen yang mengelola portofolio properti milik kerajaan, juga memulai proses pengadilan atas dugaan sewa yang belum dibayar di kantor pusat Twitter di London.