Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengupayakan pencocokan bisnis startup dengan para investor lewat program Indonesia Business Matchmaking di tengah fenomena tech-winter. Bisnis rintisan masih menghadapi tantangan utama ketiadaan database.
Ketua Pokja Pembiayaan Modal Ventura dan Pembiayaan Spesifik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ginda A Manurung mengatakan bahwa program tersebut bertujuan untuk wadah terkait akses pembiayaan pada modal ventura baik untuk pelaku ekonomi digital, startup, komunitas, dan pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif.
"Kita dipertemukan antara pemerintah dengan pelaku ekonomi kreatif, tapi kami belum ada data, jadi saya berharap ada data yang valid berapa banyak data startup yang nanti digunakan untuk memunculkan investor," ujarnya, dikutip, Senin (20/3/2023).
Sejauh ini, dia juga menyoroti maraknya layoff atau perampingan yang dilakukan oleh perusahaan startup global dan dalam negeri. Mulai dari Facebook, Amazon, hingga GoTo.
Dia mengingatkan bahwa selama ini banyak pekerja yang memilih untuk berkarier di perusahaan startup tetapi mereka lupa bahwa bisnis startup adalah bisnis yang belum stabil.
Ginda meminta agar strategi bakar duit ala perusahaan startup dihentikan agar bisa berfokus kepada bisnis yang lebih menguntungkan.
“Saya berharap sekali khusus untuk startup kita kalau bisa kita jangan lagi bakar duit. Tetapi lebih ke untuk membuat profit," ujarnya.
Menurut data dari Statista, Indonesia mempunyai setidaknya 2.300 startup teknologi dan 11 unicorn yang beroperasi di berbagai sektor bisnis. Tren positif ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima dengan jumlah startup terbanyak di dunia.
Pada 2021, jumlah investasi dari Venture Capital (VC) yang masuk ke Indonesia mencapai US$9,3 miliar, yang tersebar untuk 220 proyek pendanaan. Namun, di tengah fenomena tech-winter yang terjadi secara global, startup di Indonesia turut mengalami tantangan dalam mengakses pendanaan.
Data dari CB Insights menunjukkan pada 2022 jumlah pendanaan VC global menurun sebesar 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan paling signifikan terjadi pada sektor kesehatan digital (57 persen), ritel (52 persen), dan fintech (46 persen).
Tessa Wijaya, Co-Founder and COO, Xendit melihat bahwa penggalangan dana menjadi salah satu tantangan utama yang sedang dihadapi oleh pelaku startup di Indonesia, baik startup tahap awal maupun yang sudah beroperasi bertahun-tahun.
Oleh karena itu, bermitra dengan Kemenparekraf, Xendit berkomitmen untuk terus mendukung startup dan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dengan meluncurkan Indonesia Venture Capital Database 2023.
“Kami harap database ini nanti bisa menjadi sumber informasi yang akurat dan terpercaya untuk pengembangan bisnis startup di Indonesia," katanya.
Indonesia Venture Capital Database 2023 dari Xendit dan Kemenparekraf diharapkan bisa mendorong startup untuk mencari dan menemukan daftar investor dan mitra pendanaan di Indonesia.
Database ini mencakup informasi tentang profil investor, kriteria investasi, portofolio investasi, dan kontak yang dapat dihubungi. Startup juga bisa mendapatkan informasi seputar Mitra Komunitas, yaitu lembaga dan perusahaan yang dapat membantu pengembangan bisnis mereka.
Menurutnya, salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan dalam kondisi tech winter saat ini adalah dengan membangun ekosistem startup dan memberikan dukungan kepada perusahaan yang bergerak di bidang modal ventura.
Sementara itu, Partner East Ventures Melisa Irene meyakini masih terdapat banyak peluang yang dapat digali pada ekonomi digital Indonesia dan Asia Tenggara. Sebagai perusahaan modal ventura yang terbuka pada seluruh sektor, dia percaya peran teknologi sebagai katalis dalam mendorong perkembangan positif.