Bisnis.com, JAKARTA - Sayurbox, startup e-grocery, mulai fokus untuk mengembangkan model bisnis business to business (B2B) sejalan dengan hasil pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan business to consumer (B2C).
Co-Founder and CEO Sayurbox Amanda Susanti mengatakan berdasarkan hasil pendapatan pada 2022, model bisnis B2B mencatatkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan B2C.
"Sekitar 60 persen itu B2B dan 40 persen itu B2C," kata Amanda, Rabu (1/3/2023).
Amanda juga menambahkan pada saat pandemi terjadi, adanya peningkatan pendapatan dan transaksi yang besar di model bisnis B2C.
Seiring dengan melandinya pandemi dan aktivitas kembali , Sayurbox melihat adanya peningkatan transaksi dan konsumen di model bisnis B2B.
Wanita yang hobi bertani ini menjelaskan saat ini Sayurbox memasok sayuran dan buah -buahan di berbagai bisnis. Mulai dari hotel, restoran dan kafe (Horeka), pasar modern dan pasar basah.
"Kita juga pasok ke Bliblimart, Tokopedia dan Alfa group juga, untuk Alfa group ada buah-buahan," jelasnya
Dia juga mengungkapkan buah-buahan dan sayuran yang akan diperjualkan berdasarkan grade. Grade A, terbaik dijual di aplikasi Sayurbox, sedangkan grade B untuk Horeka dan pasar modern dan grade C untuk pasar basah dan pabrik.
"Beberapa konsumen (B2B) juga menginginkan campuran dari grade B dan C, biasanya pabrik," tambah Amanda.
Di Bali pun, Sayurbox pun menutup layanan B2C dan memfokuskan bisnis ke B2B. Hal ini dikarenakan sehabis pandemi, adanya pertumbuhan signifikan di bisnis FnB dan perhotelan. Di bali sendiri, Sayurbox memasok ke supermarket Pepito.
Adapun, pertumbuhan B2C pada 2020 hingga 2021 bisa mencapai 20-30 persen per bulan, sedangkan B2B pada periode yang sama sedang mengalami perlambatan permintaan dengan adanya penutupan tempat umum dan pembatasan.
Amanda pun menegaskan saat ini B2C masih mengalami pertumbuhan meskipun tidak signifikan saat pandemi awal.
"Kita masih growing, tapi tidak sebesar ketika adanya pandemi. Sekarang di kisaran 7-10 persen dan itu sudah bagus," tutupnya.