Bisnis.com, JAKARTA - Ada sejumlah risiko keamanan bocornya data pribadi bagi pengguna 5G, khususnya bagi pengguna handphone dengan kapasitas perangkat terbatas.
Teknologi 5G sudah banyak digunakan oleh para konsumen dan bisnis di seluruh negeri, karena punya keunggulan, di mana seseorang bisa mengakses internet dengan cepat. Namun, nyatanya ada sejumlah masalah keamanan soal perlindungan data pribadi yang harus diwaspadai.
Dilansir dari Make Use Of pada Jumat (13/1/2023), berikut ulasan Bisnis selengkapnya:
1. IMSI Catcher di Jaringan 5G Masih Bisa Diretas
Meski,5G telah memberikan perlindungan pada pengguna International Mobile Subscriber Identity (IMSI) Catcher. Namun, Namun, nyatanya para hacker masih bisa meretasnya.
Penyadapan bisa dilakukan dengan menggunakan taktik IMSI Catcher, yang memungkinkan seseorang bisa menyadap komunikasi handphone, mengirim SMS palsu sampai menduplikasi kartu SIM. Fakta bahwa IMSI catcher masih bisa menembus jaringan 5G, tentu sangat membahayakan privasi orang.
Untungnya, peneliti keamanan memberikan laporan temuan yang menunjukkan bahwa jaringan 5G bisa memberikan perlindungan lebih terhadap IMSI catcher. Namun lagi-lagi, seperti yang dicatat oleh Light Reading, semuanya bergantung pada implementasi yang efektif.
Di mana, operator yang menggunakan standar 5G non-mandiri memungkinkan industri telekomunikasi membangun jaringan 5G di atas infrastruktur jaringan 4G LTE yang sudah ada tetap akan rentan terhadap bahaya tersebut. Sehingga, fitur keamanan yang bisa mencegahnya hanyalah opsi pada jaringan 5G mandiri.
2. Fitur Keamanan 5G Masih Tergantung Operator
Jaringan 5G berisi banyak fitur keamanan yang belum terstandarisasi. Lengkap tidaknya fitur keamanan masih dibuat atas kebijaksanaan masing-masing penyedia jaringan komunikasi. Berdasarkan informasi di bagian sebelumnya, jaringan 5G mandiri tidak menjamin perlindungan.
Penulis penelitian tahun 2022 merekomendasikan pendekatan yang disebut Control Risk Correctness (CRC) untuk mitigasi ancaman yang lebih efektif. Hal ini membantu operator jaringan seluler dengan mengidentifikasi sumber risiko tinggi, kemudian menargetkan area tersebut dengan tindakan pencegahan.
3. Ancaman terhadap Infrastruktur 5G
Ketika orang belajar tentang keunggulan 5G, beberapa masih memiliki kekhawatiran. Melansir The Guardian, beberapa individu bahkan mengambil tindakan yang berbahaya hanya untuk memperlambat peluncuran 5G.
Contohnya, di New South Wales, Australia, para pelaku sengaja membakar menara 5G dan mencegah orang-orang di area tersebut untuk menggunakan ponsel mereka. Itu adalah pengingat yang kuat bahwa ancaman keamanan 5G pun melampaui ranah online.
Penyerang suka membuat kepanikan dan mendatangkan malapetaka. Mengganggu menara komunikasi adalah cara yang efektif untuk melakukannya. Gangguan tersebut menciptakan risiko keamanan fisik dengan mengancam infrastruktur penting dan berpotensi mempertaruhkan nyawa.
4. Kemungkinan Akses Data Tidak Sah
Pakar keamanan dunia maya, umumnya dikenal sebagai peretas etis, sering kali menjadi orang pertama yang mempelajari dan memperingatkan orang lain tentang masalah yang dapat memberi peretas akses ke perangkat atau jaringan yang terhubung dengan 5G.
Banyak yang secara khusus mencari kelemahan yang bisa dieksploitasi oleh penjahat, kemudian memberi tahu pihak yang bertanggung jawab. Dengan begitu, masalah dapat dicegah sebelum terjadi.
Namun, di tahun 2022, para peneliti mempelajari dan menyajikan bukti ancaman keamanan 5G terkait API Internet of Things (IOT) yang dapat memungkinkan musuh mengakses perangkat IoT atau datanya.
Beberapa masalah termasuk kontrol akses yang lemah dan metode autentikasi yang buruk, bisa menjadi jalan masuk peretas untuk mengakses data pengguna atau langsung menyusup ke perangkat. Selain itu, informasi yang disusupi dapat mencakup informasi tagihan dan detail identitas pembeli kartu SIM.
5. Operator Masih Melakukan Uji Coba
Masalah mengkhawatirkan lainnya adalah operator 5G menghadapi sejumlah serangan yang mengejutkan. Survei Nokia/ GlobalData November 2022 terhadap penyedia layanan komunikasi menunjukkan bahwa mereka mengalami satu hingga enam pelanggaran jaringan 5G dalam enam bulan terakhir.
Kabar baiknya adalah jaringan 5G dapat memperketat keamanan, terutama jika orang menggunakannya dengan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).
Contohnya, tim dari Universitas Nasional Incheon membuat alat yang menggunakan AI dan 5G untuk mengklasifikasikan malware.
Di sisi lain, Microsoft yang menjadi salah satu perusahaan terkenal, kini pun berinvestasi di AI untuk meningkatkan cara kerja alat keamanan siber.
6. Networking Slicing Bisa Sebabkan Ancaman Baru
Kerugian penggunaan 5G adalah lemahnya keamanan, saat orang mengeksplorasi cara menggunakan jaringan dengan cara yang tidak resmi. Padahal, dengan melakukan seperti itu bisa menimbulkan kerugian.
Network slicing merupakan pemisahan router atau switch dengan memberlakukan isolasi jaringan dan memiliki jalur data sendiri – sendiri pada setiap slice. Banyak orang yang tergiur, karena dengan melakukan itu, maka bisa mendapatkan lebih banyak fleksibilitas untuk penggunaan jaringan 5G.
Namun, itu juga bisa menimbulkan ancaman keamanan. Penyerang dapat mengeksploitasi kelemahan dalam satu bagian jaringan, lalu berpindah ke bagian lain dan meningkatkan cakupan rencana mereka.
Peretas dapat mencari kerentanan keamanan 5G di perangkat tingkat rendah yang jarang diperbarui, seperti sistem game yang pengguna mainkan. Penjahat dunia maya kemudian dapat melakukan serangan horizontal dengan mencari kelemahan di irisan jaringan lain. Sehingga, dengan beberapa kelemahan yang ada di 5G, pengguna harus berhati-hati.
Namun, saat ini para pakar serupa juga melakukan tindakan untuk terus mengidentifikasi ancaman dan memperbaiki kerentanan, sehingga Anda dapat menggunakan 5G secara luas tanpa rasa khawatir yang besar.