Bisnis.com, JAKARTA - Setelah disahkannya Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi hari ini, pakar siber mengusulkan pemerintah membentuk lembaga otoritas yang kuat dan independen untuk menangani permasalahan pelanggaran data di Tanah Air.
Chairman lembaga riset keamanan siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menilai pengesahan UU ini merupakan titik awal dan bentuk keseriusan bersama menghadapi tantangan globalisasi yang makin digital.
"Setelah [UU PDP] ini, segera bentuk Lembaga Otoritas Pelindungan Data Pribadi yang kuat, independen dan powerfull,” kata Pratama, Selasa (20/9/2022).
Menurut dia, pemerintah perlu membuat aturan turunan mengenai sanksi yang tegas untuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup Publik/Pemerintah.
Sebab, sambung Pratama, hal ini akan mempertegas posisi UU PDP terhadap PSE yang mengalami kebocoran data sehingga diperlukan aturan terkait standar teknologi, SDM dan manajemen data seperti apa yang harus dipenuhi oleh para PSE.
Lebih lanjut dia melihat bila UU Perlindungan Data Pribadi memang tidak secara eksplisit mengamanatkan pembentukan Komisi PDP. Dalam pasal 64 disebutkan sengketa perlindungan data pribadi harus diselesaikan lewat lembaga yang diatur oleh UU.
"Namun di sinilah nanti Komisi PDP harus dibentuk dengan jalan tengah, lewat Peraturan Presiden, hal yang disepakati sebagai jalan tengah antara DPR dan Kominfo,” tutur Pratama.
Dia menambahkan, posisi Komisi PDP ini sangat krusial. Maka dari itu, baik pemerintah dan DPR nantinya harus menempatkan orang yang tepat serta memiliki kompetensi untuk memimpin Lembaga Otoritas PDP atau Komisi PDP yang dimaksud.
Bila perlu, lanjut dia, pemerintah juga bisa membuat Pakta Integritas untuk pejabat pemerintah yang bertanggung jawab terhadap data pribadi. Dia harus siap mundur jika terjadi kebocoran data pribadi.
"Sebab selama ini kebocoran data pribadi dari sisi penyelenggara negara sudah sangat memprihatinkan," keluh Pratama.