Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang baru saja disahkan menjadi undang-undang oleh DPR terancam cuma jadi macan kertas.
Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar mengatakan pengesahan beleid tersebut memang cukup bersejarah, mengingat proses pembahasannya yang panjang dan penuh drama.
"Pertanyaannya kemudian, apakah RUU yang dihasilkan ini dapat menjawab berbagai permasalahan perlindungan data pribadi di Indonesia," ujarnya, Selasa (20/9/2022).
Menurut Wahyudi, bila dibaca secara umum, substansi materi UU PDP yang disepakati memang telah mengikuti standar dan prinsip umum perlindungan data pribadi yang berlaku secara internasional.
Terutama, sambung dia, adanya kejelasan rumusan mengenai defenisi data pribadi, jangkauan material yang berlaku mengikat bagi badan publik dan sektor privat, perlindungan khusus bagi data spesifik, adopsi prinsip-prinsip pemrosesan data pribadi, batasan dasar hukum pemrosesan data pribadi, perlindungan hak-hak subjek data, serta kewajiban pengendali dan pemroses data.
"Artinya dengan klausul demikian, mestinya legislasi ini dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang menyeluruh dalam pemrosesan data pribadi di Indonesia," ucapnya.
Namun begitu, meski telah mengakomodasi berbagai standar dan memberikan garansi perlindungan bagi subyek data, dia menilai implementasi dari UU ini berpotensi problematis, hanya jadi macan kertas dan lemah dalam penegakkannya.
Dia memastikan situasi tersebut hampir pasti terjadi, akibat ketidaksolidan dalam perumusan pasal-pasal terkait dengan prosedur penegakan hukum, sebagai imbas kuatnya kompromi politik, khususnya berkaitan dengan Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi.
Bukan itu saja, Wahyudi melihat ketika UU PDP yang berlaku ini mengikat tidak hanya bagi sektor privat, tetapi juga badan publik (kementerian/lembaga), maka independensi dari otoritas ini jadi mutlak adanya untuk memastikan ketegasan dan fairness dalam penegakan hukum PDP.
"Sayangnya, meski UU PDP ditegaskan berlaku mengikat baik bagi korporasi maupun pemerintah, UU ini justru mendelegasikan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian [LPNK], yang bertanggung jawab kepada Presiden," imbuh Wahyudi.
Dia menambahkan, otoritas ini pada akhirnya tak ubahnya dengan lembaga pemerintah (eksekutif) lainnya, padahal salah satu mandat utamanya adalah memastikan kepatuhan kementerian/lembaga yang lain terhadap UU PDP, sekaligus memberikan sanksi jika institusi pemerintah tersebut melakukan pelanggaran.
Lahirnya UU PDP sebagai legislasi perlindungan data yang komprehensif, menurut dia juga bukan solusi akhir atas semua persoalan perlindungan data pribadi, termasuk rentetan insiden kebocoran data pribadi.