Bisnis.com, JAKARTA - Rencana penerapan denda Rp2 miliar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen penggelaran jaringan dinilai perlu dikaji dan disosialisasikan lebih lanjut.
Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan pengkajian perlu dilakukan agar evaluasi, teguran dan sanksi yang diberikan menjadi lebih terukur.
"Teguran, sanksi administrastif, denda ataupun perizinan harus ada peraturan pelaksanaannya. Ini juga perlu ada dan perlu sosialisasi," kata Ian, Rabu (20/4/2022).
Meski begitu, menurutnya besaran denda yang akan diterapkan tersebut sebenarnya sudah sesuai. Apalagi, beberapa izin frekuensi berlaku secara nasional, sehingga apabila tidak digunakan secara optimal, maka manfaat bagi masyarakat tidak akan terpenuhi.
Apalagi, sambung Ian, dia menilai realisasi pembangunan jaringan khususnya di daerah-daerah tertentu pada 2021 belum sesuai dengan komitmen penyelenggara.
"Akan tetapi hal itu tentu terkendala keamanan atau force majure. Maka dari itu, tentu perlu dilakukan asessment/evaluasi setiap tahun, apakah keadaan tersebut akibat kelalaian. Setelah dilakukan evaluasi, maka dapat diberikan rekomendasi untuk teguran pertama. Tentu segera setelah tenggat waktu," ucap Ian.
Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) mengatakan hingga saat ini masih belum ada kejelasan mengenai rencana penerapan denda Rp2 miliar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen penggelaran jaringan tersebut.
Meski begitu, Direktur Eksekutif Atsi Syachrial Syarif tetap berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak itu.
"Terkait dengan penerapan sanksi denda Rp2 miliar yang disampaikan beberapa waktu lalu, sampai saat ini belum ada kejelasan proses lanjutannya," kata Syachrial, Rabu (20/4/2022).