Respons Pengamat Soal Wacana Sanksi Bagi Operator Tak Taat Aturan 1 NIK 3 Nomor

Pernita Hestin Untari
Kamis, 10 Juli 2025 | 13:36 WIB
Ilustrasi kartu sim/dok. Kaspersky
Ilustrasi kartu sim/dok. Kaspersky
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat menilai rencana Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memberikan sanksi kepada operator seluler yang tidak mematuhi aturan maksimal tiga nomor prabayar per satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) dinilai dapat mendorong pemutakhiran data pelanggan. 

Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan aturan ini mendorong operator untuk meningkatkan sistem verifikasi dan memperbarui data pelanggan, yang akan berdampak positif terhadap kepercayaan publik dan keamanan layanan. 

“Sanksi tersebut dapat mendorong pemutakhiran data pelanggan, meningkatkan kepercayaan publik terhadap keamanan layanan,” kata Heru saat dihubungi Bisnis pada Kamis (10/7/2025).

Heru juga melihat langkah ini memiliki potensi jangka panjang untuk dapat memperkuat keamanan siber, mengurangi penyalahgunaan identitas, dan mendorong inovasi seperti e-SIM, yang berpotensi menciptakan peluang bisnis baru bagi operator yang adaptif. 

Namun demikian, Heru mengatakan penerapan sanksi bagi operator seluler yang melanggar aturan pembatasan registrasi SIM dapat memengaruhi bisnis dan dampak ke pelanggan. Dari sisi bisnis, lanjut Heru, operator mungkin menghadapi biaya tambahan untuk memperbarui sistem verifikasi dan memastikan kepatuhan.

“Selain itu juga bisa berisiko memicu penurunan jumlah pelanggan aktif jika proses registrasi dianggap rumit,” tambahnya.

Heru mengingatkan kepuasan pelanggan bisa terganggu, terutama bagi pengguna multi-SIM yang terbiasa dengan fleksibilitas penggunaan lebih dari tiga nomor. 

Lebih lanjut, dia juga mengkritisi kebijakan pembatasan tiga nomor per NIK yang dinilainya kurang sesuai dengan kondisi pasar Indonesia yang mayoritas masih menggunakan layanan prabayar dan memiliki kebiasaan menggunakan beberapa kartu untuk kebutuhan berbeda.

Menurutnya banyak pengguna, seperti pedagang atau pekerja mobile, menggunakan lebih dari tiga nomor untuk kebutuhan berbeda misalnya, data, suara, atau promosi. Pembatasan tersebut  menurutnya bisa menyulitkan mereka, mendorong penggunaan identitas pinjaman, atau memicu pasar gelap kartu SIM. 

“Fleksibilitas aturan, seperti pengecualian untuk kebutuhan bisnis tertentu atau peningkatan batas nomor dengan verifikasi ketat, mungkin lebih sesuai dengan karakteristik pasar Indonesia yang unik,” kata Heru.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengatakan pemerintah tengah menyiapkan regulasi baru untuk memberikan sanksi kepada operator yang tidak mematuhi ketentuan tersebut. 

Dia menyebut aturan mengenai pembatasan registrasi sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Pasal 11 ayat (1) beleid tersebut menyatakan setiap pelanggan dapat melakukan registrasi paling banyak tiga nomor untuk setiap penyelenggara jasa telekomunikasi pada setiap perangkat telekomunikasi, menggunakan sistem identifikasi berbasis NIK dan nomor KK. Namun, menurut Meutya, aturan tersebut belum mengatur soal sanksi. 

“Permen itu belum mengatur sanksi ya, ini yang sedang kami exercise. Mungkin kami akan keluarkan Permen baru yang mengatur sanksi bagi operator selular yang tidak mematuhi itu,” kata Meutya dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI, Senin (7/7/2025).

Dia menekankan pentingnya pemutakhiran data pelanggan sebagai bagian dari transformasi digital nasional dan upaya memperkuat keamanan siber. Meutya juga mengajak DPR untuk turut melakukan pengawasan khusus terhadap operator seluler, mengingat jumlah nomor seluler yang beredar telah mencapai sekitar 350 juta.

Dia turut menyoroti pola penggunaan SIM yang khas di Indonesia, di mana pelanggan prabayar mendominasi hingga 96,3% dari total pelanggan, sementara pascabayar hanya sekitar 3,7%. Dalam waktu bersamaan, Komdigi juga mendorong percepatan migrasi ke teknologi e-SIM yang lebih aman dan mendukung integrasi layanan digital seperti Internet of Things (IoT). 

Dari sekitar 25 juta perangkat yang sudah mendukung e-SIM, baru satu juta yang bermigrasi. Pemerintah akan terus mendorong percepatan ini karena dinilai penting tidak hanya untuk efisiensi, tapi juga peningkatan keamanan data dan layanan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper