Sanksi Denda Rp2 Miliar untuk Operator Seluler, Atsi: Perlu Dikaji Lagi

Rahmi Yati
Rabu, 20 April 2022 | 18:54 WIB
Teknisi memasang perangkat Base Transceiver Station (BTS) di salah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020)./Bisnis-Paulus Tandi Bonern
Teknisi memasang perangkat Base Transceiver Station (BTS) di salah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020)./Bisnis-Paulus Tandi Bonern
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) mengatakan hingga saat ini masih belum ada kejelasan mengenai rencana penerapan denda Rp2 miliar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen penggelaran jaringan.

Meski begitu, Direktur Eksekutif Atsi Syachrial Syarif tetap berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak tersebut.

"Terkait penerapan sanksi denda Rp2 miliar yang disampaikan beberapa waktu lalu, sampai saat ini belum ada kejelasan proses lanjutannya," kata Syachrial, Rabu (20/4/2022).

Menurutnya, pada 2020, pembangunan jaringan oleh penyelenggara telekomunikasi atau operator seluler telah berjalan sesuai dengan komitmen masing-masing.

Namun untuk 2021, sambung Syachrial, operator masih menyiapkan Laporan Kinerja Operator (LKO) termasuk pencapaian realisasi pembangunan sehingga belum bisa diketahui bagaimana hasilnya.

"Selain itu data pembangunan dari para operator juga disampaikan langsung kepada Kemenkominfo, kami di Atsi tidak diberikan salinannya," ucapnya.

Sebagai pengingat, Kemenkominfo berencana memberikan denda Rp2 miliar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen penggelaran jaringan.

Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail menuturkan ketika besaran denda lebih besar daripada investasi yang dikeluarkan untuk membangun jaringan, maka akan menciptakan inefisiensi di Industri Telekomunikasi.

Kemenkominfo, lanjut Ismail, menghindari hal tersebut mengingat biaya regulatory di sektor telekomunikasi sudah sangat tinggi. Sebaliknya, jika besaran denda lebih rendah dibandingkan dengan besaran investasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara, maka akan menjadi faktor penghambat.

"Penyelenggara telekomunikasi akan cenderung membayar denda daripada memenuhi kewajiban pembangunan," kata Ismail kepada Bisnis, Sabtu (22/1/2022).

Di sisi lain, Atsi meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemerintah akan memberikan sanksi administratif bagi perusahaan telekomunikasi bergerak yang melanggar sejumlah aturan.

Beberapa aturan dimaksud di antaranya tentang pemenuhan komitmen penggelaran jaringan dan kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi. Pemerintah berencana menerapkan denda jika operator tidak dapat memenuhi komitmen penggelaran jaringan.

Adapun denda per Desa/Kelurahan yang tidak terlayani sesuai komitmen pembangunan penyelenggara jaringan bergerak seluler besarannya mencapai Rp2 miliar. Besaran denda tersebut dihitung berdasarkan biaya pembangunan (capex) dan biaya operasional (opex) selama 1 tahun untuk 1 site yang diasumsikan hanya melayani 1 desa saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper