Amartha Sulit Beri Akses Permodalan ke Perdesaan, Ini Alasannya

Ahmad Thovan Sugandi
Kamis, 17 Maret 2022 | 12:11 WIB
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Amartha, startup penyedia modal pinjaman, mengaku terkendala tingkat digitalisasi masyarakat di perdesaan yang rendah.

CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra menyebut, platform digital penyedia jasa peminjaman modal untuk UMKM memiliki peluang yang menjanjikan di Indonesia. Hal itu karena Indonesia memiliki lebih dari 60 juta UMKM yang berperan besar terhadap perekonomian negara.

"Kami sendiri di 2022 ini, telah berhasil menjangkau 1 juta perempuan pengusaha mikro melalui akses permodalan," ujarnya, Rabu (16/3/2022).

Selain itu, peluang untuk menjangkau jutaan UMKM lainnya masih sangat besar bagi Amartha, karena masih ada sekitar 30 juta UMKM lainnya yang belum mendapatkan layanan akses permodalan.

Namun menurut Andi, ada beragam tantangan yang dihadapi para startup, baik dari sisi pendana maupun mitra UMKM. "Dari sisi pendana, sebagai fintech, kami perlu memberikan edukasi secara berkelanjutan, agar pemahaman masyarakat mengenai P2P lending makin baik, makin percaya untuk mendiversifikasikan portofolionya di P2P yang kredibel," ujarnya.

Adapun dari sisi mitra UMKM, Andi menambahkan, fintech juga terus berupaya untuk melakukan digitalisasi dalam melayani akses permodalan. Tantangannya, sebagian besar mitra UMKM di perdesaan memiliki tingkat digitalisasi yang cukup rendah, sehingga perlu pendampingan di lapangan.

"Ya, kuncinya adalah kolaborasi, kami gencar membangun kolaborasi strategis dengan banyak pihak, mulai dari sektor perbankan sebagai pendana institusi, hingga masyarakat luas sebagai pendana ritel," jelas Andi.

Selain itu, dia menambahkan, inovasi di bidang teknologi juga akan mengakselerasi jangkauan fintech ke jutaan UMKM lainnya. Dengan itu Amartha terus berusaha menjalin kolaborasi dan inovasi teknologi.

Menurut survei yang dilakukan Mambu terhadap lebih dari 1.000 pemilik UMKM di seluruh dunia, termasuk UMKM dari Indonesia, yang dipaparkan dalam rilis 15 Maret 2022, menyebutkan, Lebih dari separuh (57 persen) UMKM Indonesia terpaksa mengandalkan modal pinjaman dari teman dan keluarga. Adapun 41 persen sisanya menggunakan dana pribadi dalam memulai bisnis mereka.

Dari sekian UMKM yang tidak dapat memperoleh dana usaha yang cukup, 37 persen mengalami kesulitan arus kas, 37 persen tidak dapat meluncurkan produk atau layanan baru, dan 35 persen kesulitan membayar kembali pinjaman kepada kreditur.

Temuan Mambu justru terungkap di tengah-tengah peningkatan jumlah institusi kredit alternatif dan di saat UMKM melirik bank-bank serta fintech non-konvensional untuk mengatasi kendala yang terjadi. Peluang masuknya pemain baru juga terbuka lebar karena mayoritas (93 persen) UMKM Indonesia mengaku siap berganti pemberi pinjaman untuk mendapatkan kemudahan modal pinjaman.

Sementara itu, hampir separuh (49 persen) dari UMKM Indonesia menyebutkan manfaat dan insentif pinjaman yang lebih baik sebagai alasan utama dalam berganti pemberi pinjaman. Adapun, 47 persen siap berganti ke opsi keuangan yang lebih baik dan 33 persen lebih memilih layanan pinjaman digital yang lebih baik, seperti menggunakan aplikasi seluler untuk mengelola proses peminjaman.

Meskipun suku bunga rendah menjadi pertimbangan utama bagi 95 persen UMKM dalam proses pengambilan keputusan, 93 persen juga menghendaki proses pengajuan pinjaman yang cepat, dan 86 persen menginginkan jadwal pelunasan yang berjangka waktu lama.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper