Ternyata! Ini Penyebab Kinerja Startup Loyo Setelah IPO

Ahmad Thovan Sugandi
Jumat, 11 Maret 2022 | 12:27 WIB
Ilustrasi startup/
Ilustrasi startup/
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan rintisan yang belum meraih keuntungan secara stabil disebut sebagai salah satu faktor rendahnya kinerja startup di bursa saham.

CEO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Eddi Danusaputro menyebut, kurang maksimalnya kinerja startup di bursa saham karena pada saat menjadi perusahaan publik, para startup belum mencapai kondisi profitabilitas yang diinginkan.

Menurut Eddi, kondisi tersebut membuat para investor dan analis pasar modal belum terlalu nyaman berinvestasi dengan perusahaan teknologi yang dinilai belum menuai keuntungan.

"Menurut saya banyak yang sudah mengarah ke profitabilitas yang baik, walaupun untuk saat ini belum," ujarnya, Kamis (10/3/2022).

Eddi mengatakan, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Hal itu karena para startup yang melantai di bursa harus bersaing dengan perusahaan teknologi lain yang selama ini sudah terbukti menuai keuntungan atau laba.

"Pandangan saya, ini memang masih proses dan ini relatif baru sehingga butuh edukasi serta waktu," ujarnya.

Di sisi lain, dia menambahkan, para startup juga harus mampu menjelaskan dan meyakinkan para investor dengan peta jalan perencanaan yang gamblang terkait upaya meraih laba atau keuntungan.

"Selain itu, menurut saya ke depan para startup yang akan IPO harus jeli dalam menentukan harga penawaran saham pertama, harga perdana sangat penting," jelas Eddi.

Eddi menjelaskan, startup memang tidak harus IPO karena tersedia berbagai strategi untuk exit, salah satunya dengan akusisi oleh perusahaan yang lebih besar. Sementara itu, startup juga bisa mengambil opsi untuk tidak 'exit', tetapi mengembangkan bisnisnya hingga menuai profit.

Adapun, salah satu startup yang beroperasi di Indonesia, Grab, beberapa waktu lalu telah melangkah menjadi perusahaan publik. Sayangnya peforma Grab dinilai belum maksimal.

Menurut pantauan Bisnis, Jumat (4/3/2022) lalu, Grab Holdings Inc. harus rela kehilangan valuasinya senilai US$22 miliar sejak melantai di bursa Amerika Serikat melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus (Special Purpose Acquisition Company/SPAC).

Valuasi perusahaan teknologi Asia Tenggara tersebut tercatat merosot 63 persen sejak debutnya sehingga membuatnya masuk di deretan emiten dengan kinerja terburuk di Nasdaq Composite Index.

Per Kamis (3/3/2022), valuasi Grab turun 37 persen yang menandai aksi jual terbesar setelah menderita kerugian hampir dua kali lipat dari tahun lalu. Penurunan itu diikuti dengan 115 juta saham berpindah tangan, lebih dari empat kali secara rata-rata selama sebulan terakhir.

Kerugian Grab mencapai US$1,06 miliar pada kuartal IV/2021, atau melebihi konsensus pengamat senilai US$645 juta. Besarnya kerugian tersebut membuat investor berpaling dari Grab ke perusahaan lainnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper