Setrum Electrum 'Penambah Daya' GoTo?

Khadijah Shahnaz & Rayful Mudasir
Rabu, 23 Februari 2022 | 17:19 WIB
Mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan ?startup? Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan ?startup? Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan./ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Gojek, perusahaan dari konglomerasi GoTo, bersama PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) membuat lompatan besar dengan terjun ke bisnis kendaraan listrik. Bukan sekadar agenda clean energy, tetapi diklaim sebagai pundi-pundi keuntungan di masa depan.

Gojek dan TOBA berkongsi membentuk usaha patungan, PT Energi Kreasi Bersama (EKB), atau dikenal dengan Electrum. Perusahaan yang berdiri pada Desember 2021 ini fokus di manufaktur kendaraan listrik roda dua, teknologi pengemasan baterai, infrastruktur penukaran baterai, dan pembiayaan untuk memiliki kendaraan listrik.

Kedua pihak memiliki visi yang sama. Kendaraan listrik menjadi kebutuhan masa depan. Hal itu sejalan dengan perubahan perilaku masyarakat dunia, secara perlahan meninggalkan kendaraan berbahan bakar energi fosil.

Kesadaran tersebut terus menular. Tak terbendung lagi. Hanya soal waktu pemakaian kendaraan listrik akan menjadi kebutuhan di negeri ini.

“Dengan uji coba komersial motor listrik untuk digunakan oleh mitra driver Gojek, kami bisa mendapatkan berbagai insight dari mitra driver dan penumpang atau konsumen, seperti operasional kendaraan listrik termasuk pengalamanan dalam berkendara, penghematan hingga kemudahan penggantian baterai sebagai sumber daya kendaraan. Insight ini bisa kami manfaatkan untuk menjadi landasan rencana bisnis Electrum ke depannya,” kata Kevin Aluwi, Direktur Electrum dan CEO serta Co-Founder Gojek, baru-baru ini.

Nilai investasi awal Electrum mencapai US$10 juta atau setara Rp140 miliar (kurs Rp14.000 per dolar AS). Investasi itu akan terus ditingkatkan menjadi US$1 miliar dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Mengikuti pertumbuhan bisnis dan pengembangan ekosistem.

Seperti diketahui, tantangan terberat industri kendaraan listrik adalah suplai baterai, kualitas kendaraan, dan ketersediaan stasiun pengisian baterai.

Oleh sebab itu, ada kongsi besar di balik bisnis tersebut. Electrum menggandeng sejumlah pihak a.l. Gogoro, Gesits, dan Pertamina Patra Niaga.

Gogoro adalah perusahaan Taiwan yang berdiri pada 2011. Perusahaan ini memimpin inovasi dalam kendaraan listrik, baterai pintar, baterai swap, dan layanan advanced cloud. Layanan terakhir ini memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengelola ketersediaan dan keamanan baterai.

Di tanah kelahirannya, Gogoro menjual lebih dari 450.000 kendaraan listrik. Seperti diketahui, pada tahun lalu GoTo ikut investasi pada Gogoro, bersama investor papan atas dunia lainnya, Hero Motorcorp dan Foxconn.

Adapun, Gesits adalah produsen motor listrik nasional yang mayoritas sahamnya dimiliki PT WIKA Industri Manufaktur (WIMA), anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).

Gesits awalnya kongsi antara Garansindo dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Nama Gesits berasal dari singkatan Garansindo Electric Scooter ITS dan nama perusahaannya adalah Gesits Technologies Indo (GTI).

Sejauh ini, ribuan skutik listrik Gesits digunakan di berbagai instansi pemerintah baik level pusat maupun daerah. Tingkat kandungan lokal Gesits diklaim hampir menyentuh 85 persen saat dikembangkan ITSm tetapi sewaktu memasuki manufakturisasi, persentase menjadi sekitar 46 persen.

“Kalau ITS yang ciptakan waktu itu, TKDN bisa mencapai 80%. Namun karena ini untuk produksi massal, sangat sulit mendapatkan pasokan komponen untuk sepeda motor listrik, sehingga Wima juga terpaksa untuk mengimpor beberapa komponen, sehingga TKDN hanya 46% itu,” jelas M Nur, Tim Riset ITS yang mengembangkan Gesits kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Skema bisnis dalam kongsi besar itu, Gogoro dan Gesits menyuplai kendaraan listrik dan baterai. Adapun Pertamina menyiapkan infrastruktur hilir bagi motor listrik yakni Battery Swapping Station.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan komitmennya untuk terus mendukung rencana pemerintah melakukan transisi energi. Hal ini dilakukan melalui perluasan jaringan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (Battery Charging Station) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik (Battery Swapping Station).

“Dengan bisnis model seperti ini, kita bisa mengembangkan baterai motor listrik standar Indonesia, sehingga ke depan, harga motor listrik dapat lebih terjangkau,” katanya. 

Setelah membangun 6 lokasi charging station, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading saat ini telah resmi mengoperasikan 14 unit Battery Swapping Station dengan 212 baterai yang tersebar di 7 lokasi Green Energy Station (GES).

GoTo Jualan Motor Listrik

Ketika infrastruktur pengisian baterai tersedia, dan kendaraan listrik siap mengaspal, tantangan berikutnya adalah meyakinkan konsumen. Di sini perusahaan besutan GoTo dan TOBA, Electrum, berperan.

Gojek menjadi ujung tombak pengguna kendaraan listrik dengan mengubah kendaraan mitra driver. Implementasinya dilakukan bertahap.

“Kami banyak mendengar masukan dari mitra driver tentang penghematan yang mereka dapatkan ketika menggunakan motor listrik. Karena lebih hemat, maka pendapatan mitra driver pun akan meningkat. Kami yakin, kesuksesan penggunaan motor listrik di ekosistem Gojek dan Tokopedia akan membangkitkan kesadaran lebih luas di masyarakat kita,” kata Kevin.

Pada tahap awal, Gojek akan menyewakan kendaraan listrik ke para mitra driver. Nilai sewanya Rp40.000 per hari untuk motor Gogoro, dan Rp30.000 per hari untuk Gesits. “Biaya operasional driver kami turun sekitar 30%, atau lebih hemat Rp500.000 - Rp750.000 per bulan,” ujarnya. 

Hal itu terkonfirmasi oleh driver Gojek saat peluncuran uji coba kendaraan di hadapan Presiden Jokowi. “Dibandingkan pakai motor sendiri, saya bisa sisihkan Rp15.000 per hari. Itu baru selisih antara uang bensin dan biaya sewa. Saya juga tidak perlu memusingkan biaya ganti oli dan service. Jadi, dengan sewa motor listrik, saya jauh lebih hemat,” kata Ismail salah satu driver Gojek.   

Gojek menargetkan pada 2030 seluruh mitra drivernya sudah menunggangi kendaraan listrik.

Apakah ambisi GoTo ini bakal tercapai dan menguntungkan bagi korporasi? Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menilai GoTo bakal menangguk banyak benefit dari Electrum.

Pertama, Electrum bisa menjadi mesin pertumbuhan baru. Terutama jika penjualan motor listrik diperluas ke luar ekosistem. GoTo tidak hanya dikenal dengan bisnis on demand, e-commerce, dan finansial, tetapi penyedia kendaraan listrik serta layanan purna jual.

Kedua, skema kepemilikan kendaraan listrik untuk mitra driver akan membangkitkan loyalitas dan meningkatkan produktivitas. Driver Gojek bisa membawa pulang uang lebih banyak karena biaya operasional harian menjadi lebih murah lebih murah.

Lini bisnis baru ini bakal menjawab dua tantangan sekaligus, mengurangi praktik bakar uang demi menjaga loyalitas konsumen dan mitra, serta menciptakan sumber pendapatan baru agar perusahaan dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Yang menjadi menarik adalah GoTo tidak menjadikan motor listrik sebagai program CSR, melainkan pundi-pundi keuntungan di masa depan.  

“Electrum merupakan aksi korporasi GoTo paling brilian sebelum IPO. Pasar kendaraan listrik saat ini memang belum seberapa, tapi di masa mendatang lain lagi ceritanya. Bisnis ini masih relevan dan saling melengkapi dengan core business GoTo,” kata Piter.

Ketiga, GoTo menjadi salah satu aktor utama ‘emiten hijau’ di industri digital, artinya pelaku pasar yang menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG). Status ini bakal menjadi nilai tambah perseroan, karena ke depan investor akan membenamkan portofolio pada korporasi berlabel ESG.

Apakah setrum Electrum akan menjadi ‘penambah daya’ GoTo? Mari kita saksikan sepak terjangnya ke depan.

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper