Tarif Internet Rendah Bikin Operator Sulit Bernafas

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 29 Desember 2021 | 08:16 WIB
Teknisi melakukan perawatan jaringan di salah satu menara BTS, di Bandung, Jawa Barat./JIBI-Rachman
Teknisi melakukan perawatan jaringan di salah satu menara BTS, di Bandung, Jawa Barat./JIBI-Rachman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Harga layanan Internet yang terlalu murah dinilai akan berdampak pada stabilitas bisnis operator telekomunikasi karena kesulitan menggelar jaringan ke daerah.

Operator dituntut untuk terus memperluas jaringan setelah mengantongi lisensi nasional, dan hal itu sulit dicapai jika pendapatan yang diperoleh kecil akibat perang tarif atau tarif murah.

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan bahwa tarif yang terlalu rendah akan membuat operator sulit menggelar jaringan.

“Operator yang berperan kunci dalam membangun jaringan dan menggelar layanan bisa-bisa kehabisan nafas, bahkan mungkin tidak survive lebih lama,” kata Sigit, Selasa (28/12/2021).

Sigit menuturkan, saat ini operator masih terus melakukan pemerataan jaringan hingga ke pelosok negeri. Pada saat yang bersamaan, operator juga harus meningkatkan jaringan ke teknologi yang lebih baru, seperti 5G di tengah teknologi 2G, 3G, dan 4G yang masih berjalan.

Adapun, untuk mendukung kegiatan pemerataan dan adopsi teknologi jaringan yang lebih baik, kata dia, operator seluler membutuhkan modal yang besar. Hal tersebut bisa dipenuhi salah satunya melalui penjualan layanan telekomunikasi.

“Biaya menggelar 5G menurut studi sekitar 30 persen di atas 4G,” kata Sigit.

Sigit menjelaskan, ketika operator sudah tidak bisa menggelar jaringan lagi, maka yang menikmati layanan internet cepat hanya masyarakat yang sudah terjangkau oleh 4G. Kondisi tersebut berisiko membuat kesenjangan digital yang lebih besar di masyarakat. 

“Ini kondisi yang tidak baik bagi bangsa ini,” kata Sigit.

Sigit mengatakan bahwa untuk menghadapi masalah tersebut perlu dilakukan berbagai upaya aktif dan inovatif untuk terus menjaga kesehatan industri, dan mencegah persaingan usaha yang tidak sehat.

Indosat, ujarnya, mulai memasuki era digital yang membutuhkan internet cepat. Perlu pendekatan regulasi yang sesuai dengan tantangan dan perubahan zaman.

“Tantangan untuk regulasi pasar, regulasi tarif, dan lain-lain juga semakin kompleks karena sudah mengalami berbagai perubahan mendasar,” kata Sigit.

Sebelumnya, Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno mengatakan bahwa berdasarkan perbandingan yang dilakukan pihaknya, harga layanan internet Indonesia termasuk dalam kategori terjangkau.

Dia menuturkan, di tengah stagnasi pertumbuhan pendapatan penyedia layanan seluler, Indonesia memiliki tarif rata-rata terendah untuk internet bergerak berbasis volume, yaitu senilai Rp5.450 per GB (US$0,31 per GB) pada 2020.

Tarif rata-rata Indonesia turun Rp700 dibandingkan dengan 2019 yang mencapai Rp6.150/GB (US$0,43/GB). “Tarif mobile broadband Indonesia ini mengalami penurunan dibandingkan dengan 2019,” kata Sarwoto.

Sementara itu, untuk layanan internet tetap (fixed broadband), kata Sarwoto, industri terus berusaha melakukan penurunan harga layanan sesuai dengan tingkat kéekonomian.

Merujuk survei yang dilakukan oleh cable.co.uk pada 2019, rata-rata harga layanan internet tetap di Indonesia senilai US$29,01 atau sekitar Rp414.400 per bulan. Indonesia menempati urutan ke-53 dari 211 negara dengan harga layanan internet termurah.

“Mastel melihat telah ada upaya yang telah dilakukan oleh para penyelenggara, yang sebagian besar merupakan anggota Mastel untuk terus menurunkan tarif sesuai tingkat keekonomian,” kata Sarwoto.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Lili Sunardi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper