Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini tantangan di dunia ketenagakerjaan sangat bervariasi sehingga pendidikan vokasi harus dapat melakukan transformasi dan mempertajam keterampilan para mahasiswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengingatkan agar para pemangku kepentingan dunia vokasi tidak terjebak di zona nyaman, mengingat dunia terus berubah sehingga metode dan proses pembelajaranya pun harus mengikuti perkembangan teknologi dan era industri 4.0.
“Review seluruh metode pembelajaran yang saat ini dilakukan,” ujarnya, Senin (28/6/2021).
Pendidikan vokasi itu berbeda dengan pendidikan lain sehingga mahasiswa harus betul-betul dilibatkan dalam dunia nyata. Untuk itu, diperlukan praktik magang di instansi pemerintah atau swasta untuk mengasah ketajaman, terutama keterampilan yang disesuaikan dengan teori di kelas.
“Perguruan tinggi vokasi ini harus mampu mewujudkan super link and match antara para lulusannya dan dunia industri sehingga tercipta relevansi antara program pendidikan dengan kebutuhan industri,” ujarnya.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Haiyani Rumondang mengatakan perkembangan teknologi dan otomatisasi di era industri 4.0 menimbulkan potensi disrupsi dan menciptakan jenis pekerjaan baru.
Kondisi ini pada akhirnya bisa menyebabkan permintaan tenaga kerja industri tidak lagi sama dengan keterampilan yang dimiliki oleh para lulusan perguruan tinggi. Apalagi diakui, mismatch antara kebutuhan dan ketersediaan skill tenaga kerja masih tinggi.
Berdasarkan studi dari McKinsey diperkirakan akan ada 27 juta pekerjaan yang hilang di Indonesia, sebaliknya akan muncul 47 juta pekerjaan baru. Bahkan sebanyak 30 persen pekerjaan di dunia akan digantikan dengan mesin.
“Ini jelas menjadi tantangan sehingga diperlukan upaya dari setiap lulusan perguruan tinggi vokasi untuk meningkatkan kemampuan kreativitas dan inovasi sendiri, di samping yang didapatkan dari universitas. Jangan sampai begitu selesai kuliah, keahlian yang dimiliki tidak lagi cocok dengan permintaan dan kebutuhan industri,” ujarnya.
Bagaimanapun Indonesia masih akan membutuhkan lebih banyak pekerja yang memiliki keterampilan menengah tinggi. Jika SDM dan tenaga kerja di Indonesia tidak mengembangkan kemampuannya melalui keterampilan, maka akan sulit bersaing di era digital saat ini.
Di sisi lain, dia juga menilai bahwa pasar tenaga kerja yang aktif ini harus didukung oleh regulasi yang membuka ruang adanya kecocokan dan kemudahan dari sisi suply and demand.