Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran perusahaan rintisan berbasis bioteknologi perlu mendapat perhatian lebih pada tahun ini di tengah semakin mengganasnya pandemi Covid-19.
Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan untuk pemain lama yang bergelut di bidang tersebut kondisi saat ini dapat menumbuhkan bisnis perusahaan hingga empat kali lipat.
“Saya rasa healthtech dan biotech bisa tumbuh hingga 4 kali lipat untuk ke depannya,” katanya, Minggu (27/6/2021).
Huda meyakini pandemi Covid-19 menjadi faktor yang mengakselerasi perkembangan health tech dan biotech. Bahkan, bisa menjadi titik awal Indonesia untuk mulai bersiap bersaing di pasar global.
Hal tersebut dikarenakan Biotech tidak hanya berfungsi untuk kebutuhan farmasi dan vaksin, tetapi juga bisa untuk meminimalisir dan pencegahan terhadap efek pemanasan global yang juga menjadi permasalahan lain yang tengah dihadapi Indonesia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan pertumbuhan hingga 4 kali lipat bisa dicapai lantaran pertumbuhan kelas menengah, khususnya generasi saat ini yang makin adaptif teknologi, hingga kebutuhan akan kesehatan menjadi peluang berkembangnya health tech dan biotech.
Namun, dia melanjutkan pekerjaan rumah yang perlu segera dikerjakan saat ini adalah kesenjangan digital, SDM, hingga pada kesiapan teknologi di seluruh tempat di Indonesia yang masih belum matang.
Huda mengatakan kurangnya pengembangan sektor riset dan pengembangan (R&D) di Indonesia dapat dilihat dari ekspor barang-barang medium-high tech dan barang high-tech yang relatif rendah.
Menurutnya, ekspor Indonesia masih didominasi oleh barang-barang mentah seperti batubara dan kelapa sawit. Sementara, proporsi ekspor barang high-tech cenderung mengalami penurunan.
Berdasarkan data World Bank, proporsi ekspor barang-barang high-tech terhadap total ekspor manufaktur hanya ada di angka 8,10 persen pada 2020. Angka tersebut turun tajam dari 2011 yang mencapai 12,09 persen.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan saat ini perusahaan rintisan di bidang ini memang sangat dibutuhkan dan momentumnya sangat tepat mengingat varian virus yang terus bertambah.
Namun, dia meyakini tidak bisa hanya pemain lama yang dituntut untuk menjawab persoalan pandemi Covid-19, dibutuhkan banyak pemain baru agar ekosistem tidak hanya kuat di sisi kualitas, tetapi juga di sisi kuantitas.
Tidak hanya itu, dia mengatakan startup bioteknologi harus erat dengan dunia akademis karena untuk memproduksi produk farmasi seperti obat dan vaksin tidak bisa dengan alat seadanya dan keahliannya belum cukup hanya tingkat sarjana, melainkan disiplin ilmu di tingkat magister bahkan doktor.
“Bisa dengan menghadirkan program inkubasi, mereka yang harus memfasilitasi. Karena hingga akhir tahun ini akselerasi pertumbuhan dari startup ini bisa lebih dari 20 persen,” ujarnya.
Selain program inkubasi, ia menambahkan pemodal bisa menyuntikan dana ke pemain lama untuk menguatkan kemampuan riset mereka dan pemerintah bisa mendorong dari sisi regulasi serta memaksimalkan potensi pusat teknologi digital seperti Bukit Algoritma untuk meningkatkan mutu bioteknologi Indonesia.