Distribusi Set Top Box di 12 Provinsi Terbengkalai

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 5 Mei 2021 | 16:50 WIB
Keluarga menonton televisi. - istimewa
Keluarga menonton televisi. - istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) menilai proses distribusi set-top-box atau dekoder di 12 provinsi tidak berjalan optimal. Padahal, para lembaga penyiaran swasta (LPS) telah dipilih sebagai penyelenggara mux di provinsi-provinsi tersebut sejak 2012 atau 9 tahun lalu. 

Ketua Umum ATSDI Eris Munandar mengatakan rencana pemerintah melakukan evaluasi kepada penyelenggara multipleksing di 12 provinsi dinilai sebagai langkah tepat.

Sejak diberikan izin menyelenggarakan mux pada 2012, para LPS dinilai tidak bersungguh-sungguh dalam memenuhi komitmennya. Alhasil kesepakatan yang mereka janjikan di awal-awal tidak terealisasi, salah satunya distribusi set-top-box (STB) atau dekoder.

“[Hal] yang paling penting adalah bukan hanya soal membangun infrastruktur [multipleksing] saja, tetapi komitmen penyediaan STB sebanyak 8,7 juta, ini belum ada. Padahal ini sangat penting bagi masyarakat,” kata Eris kepada Bisnis, Rabu (5/5/2021).  

Eris berpendapat Covid-19 tidak bisa menjadi alasan untuk menunda distribusi STB karena komitmen tersebut telah disampaikan oleh para LPS sejak beberapa tahun lalu.

Dia berharap para LPS memenuhi komitmennya dan tidak membebani biaya STB kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah untuk penyediaan STB.

"Saya sepakat harus dilakukan evaluasi dahulu, outputnya seperti apa, apakah penghentian izin atau seperti apa saya serahkan kepada pemerintah. Kami masih punya keyakinan yang mengurus frekuensi adalah pemerintah," kata Eris.

Sebagai informasi, berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, terdapat 8,7 juta STB yang menjadi komitmen LPS untuk didistribusikan kepada masyarakat.

Dari jumlah tersebut, PT Banten Sinar Dunia Televisi (BSTV) menjadi LPS dengan komitmen distribusi STB terbesar yaitu 3 juta STB. PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) berkomitmen mendistribusikan STB sebanyak 2 juta STB, MNC Group sebanyak 1,72 juta STB, Emtek Group sebanyak 1,47 juta STB, PT Rajawali Televisi (RTV) sebanyak 500.000 STB, Viva Group sebanyak 36.282 STB, dan Transmedia Group sebanyak 16.000 STB.  Menurut Eris ini hingga saat ini belum ada yang memenuhi komitmen tersebut.  

Selain masalah STB, kata Eris, permasalahan lainnya adalah mengenai standar kualitas yang diberikan kepada masyrakat.

Dia mengatakan di sejumlah wilayah, dari 12 provinsi tersebut, siaran digital telah digelar. Sayangnya, kualitas yang dihadirkan tidak sesuai harapan, di mana kualitas gambarnya yang  jernih dan bersih tidak tercapai.

Dia menduga hal tersebut disebabkan oleh instalasi dan perangkat yang digunakan untuk pemancar kurang mumpuni. Selain itu kemungkinan juga karena masih dalam tahap uji coba.  

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan selain melakukan seleksi penyelenggara multipleksing siaran digital di 22 provinsi, Kemenkominfo sedang melakukan evaluasi atas 12 wilayah layanan atau provinsi untuk menetapkan status penyelenggara multipleksing. Hasil evaluasi akan diumumkan dalam waktu dekat.

“Jadi menurut Undang-Undang dan peraturan pemerintah ada dua metode. Metode yang pertama disebut dengan seleksi mux dan kedua penetapan hasil evaluasi multipleksing didasarkan pada kesiapan lembaga penyiaran swasta (LPS) yang saat ini beroperasi di 12 wilayah layanan tersebut," kata Johnny.

Bisnis mencoba menghubungi Johnny dan jajarannya untuk mencari tahu parameter evaluasi di 12 provinsi, tetapi hingga berita ini diturunkan belum ada yang memberikan respons.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper