KPPU Soroti Tarif hingga Kerja Sama OTT dalam PP Postelsiar

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 25 Maret 2021 | 07:59 WIB
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) mendapat perhatian dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Wasit persaingan usaha tersebut memberi tiga catatan untuk PP yang keluar pada Februari 2021.

Wakil Ketua KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan bahwa terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dari PP Postelsiar agar pelaku industri telekomunikasi benar-benar melakukan persaingan bisnis yang sehat.

Pertama, Pasal 30 ayat 2 PP Postelsiar yang menyebutkan Menteri dapat menetapkan tarif batas atas dan atau tarif batas bawah Penyelenggaraan Telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.

Dia mempertanyakan keterlibatan pemerintah dalam penarifan. Menurutnya, pemerintah dapat intervensi jika terjadi kegagalan pasar.

“Kami berharap penetapan tarif ini harus melihat sudut pandang masyarakat, bukan hanya dari sisi menjaga keberlangsungan operator yang saling berkompetisi," kata Guntur dalam Webinar IndoTelko Forum, Rabu (24/3/2021).

Di samping itu, sambungnya, KPPU juga menyoroti terkait belum terpenuhinya kondisi kesetaraan antara operator dengan over the top (OTT) asing.

Pasal 15 PP Postelsiar menyatakan bahwa pelaku usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan nondiskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan.

KPPU hanya bisa melakukan penindakan terhadap perusahaan yang badan hukumnya ada di dalam negeri. Para OTT berpotensi melakukan pelanggaran persaingan, misalnya, urusan perpajakan, yang tidak  dapat ditindak oleh KPPU karena OTT ada di luar negeri. “Kami tidak punya wewenang penindakan extra territory," ungkapnya.

Terakhir, kata Guntur, terkait pengalihan frekuensi antarbadan usaha yang tidak perlu lagi dikembalikan ke negara.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Zufrizal
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper